Kasus Korupsi Penyewaan Alat Berat, Polres Mataram Mengeluarkan Ancaman Jemput Paksa Pelaku
- Penulis : Ulil
- Kamis, 10 Oktober 2024 14:04 WIB
POLITIKABC.COM - Kepolisian Resor Kota Mataram mengeluarkan ancaman untuk melakukan penjemputan paksa terhadap Fendy, penyewa alat berat milik Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Lombok dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nusa Tenggara Barat.
Kasus dugaan korupsi terkait penyewaan alat berat ini muncul berdasarkan laporan dari masyarakat. Dugaan ini berawal dari kegiatan penyewaan yang dilakukan pada tahun 2021, yang mencakup alat berat seperti ekskavator, truk jungkit, dan pengaduk semen.
Alat berat yang diadakan kemudian disewakan kepada Fendy. Menurut ketentuan, uang sewa seharusnya langsung disetorkan ke kas negara, tetapi hingga saat ini, pembayaran sewa tersebut belum dilakukan.
"Kalau dalam penyidikan ini yang bersangkutan (Fendy) tidak mengindahkan tiga kali panggilan penyidik, sesuai prosedur, kami akan melakukan upaya paksa agar yang bersangkutan hadir ke hadapan penyidik," kata Kepala Satreskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama di Mataram, Kamis 10 Oktober 2024.
Panggilan pertama di tahap penyidikan ini, jelas dia, akan terhitung mulai pekan depan sesuai dengan penerbitan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) pada Senin 14 Oktober 2024.
"Jadi, panggilan pertamanya terhitung mulai di tahap penyidikan," ujarnya.
Untuk tahap penyelidikan, Yogi tidak memungkiri bahwa pihaknya sudah mengundang Fendy untuk memberikan klarifikasi, namun hingga empat kali melayangkan undangan klarifikasi, Fendy tidak juga hadir.
"Yang kemarin (tahap penyelidikan) sempat kami klarifikasi, yang bersangkutan ada (tanggapan). Tetapi, setelah kami undang untuk hadir klarifikasi, tidak pernah hadir. Empat kali kami undang, tidak pernah hadir," ucap dia.
Status penanganan perkara naik ke tahap penyidikan terhitung sejak Rabu 9 Oktober sesuai hasil gelar perkara di Polda NTB.
Yogi memastikan peningkatan status penanganan perkara ini sudah sesuai prosedur terkait adanya temuan indikasi perbuatan melawan hukum yang mengarah ke pidana korupsi.
"Sedikitnya sudah ada dua alat bukti yang ditemukan sehingga disepakati perkara ini naik ke tahap penyidikan," ujarnya.
Salah satu alat bukti tersebut berkaitan dengan adanya potensi kerugian keuangan negara senilai Rp3 miliar. Nilai itu muncul dalam periode sewa pada tahun 2021 sampai pada Juli 2024.
Baca Juga: Korupsi Pemotongan Dana Insentif, Mantan Kepala BPBD Sidoarjo, Ari Suryono Divonis 5 Tahun Penjara
"Potensi kerugian ini dilihat dari nilai sewa per hari. Untuk nilai pastinya, kami akan tunggu langkah audit dari inspektorat. Soal audit, kami akan koordinasi dengan Inspektorat NTB," kata dia.***