Puisi Esai Denny JA, Sang Pemula: Serikat Dagang Islam
- Penulis : Ulil
- Senin, 20 Januari 2025 13:31 WIB
Surakarta, 1905. Di tengah ketidakadilan, seorang pedagang batik berjuang, dari sekadar melindungi bisnis, hingga menyulut kobaran api kemerdekaan. (1)
POLITIKABC.COM - Di sudut pasar yang sesak,
Anwar berdiri,
seorang pedagang Muslim,
menata hidup dari dagangan yang merugi.
Perlakuan penjajah adalah hujan asam,
membasahi pasar yang seharusnya hijau.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Salman Berjumpa Tunawisma di London
Namun, pohon pribumi dibiarkan layu,
akarnya direnggut, batangnya dipatahkan,
dan daun-daunnya dijadikan abu.
Anaknya menangis malam itu,
rintihannya bagai seruling bambu yang patah, merobek sunyi malam.
Perut kosongnya adalah jurang yang menganga,
sebuah pertanyaan yang tak bisa dijawab,
apalagi oleh usia yang belia.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Sebagai Imigran, Ia Masih Luka
“Kami terpecah,
menjadi serpihan kaca berserakan.”
“Bukan hanya dagangan dirampas,
tapi juga mimpi-mimpi kami.
Jiwa pedagang pribumi,
kini merunduk dalam bayang-bayang pasar sendiri.”
Baca Juga: Catatan Denny JA: Derita Rakyat Akibat Rusaknya Lingkungan Hidup di Dalam Puisi Esai
Air mata Anwar menjadi api.
Di dalam api itu, Samanhudi mendengar suara,
memanggilnya,
agar membela mereka,
yang tak lagi mampu bicara.