DECEMBER 9, 2022
Kolom

Angkatan Puisi Esai, Sebuah Angkatan Sastra Sui Generis

image
Tulisan Berthold Damshäuser tentang Angkatan Puisi Esai, Sebuah Angkatan Sastra Sui Generis. (Politikabc.com/kiriman)

Banyak orang memang mengabaikan fakta bahwa ide yang buruk atau nonsense tidak akan bertahan lama, bahkan dengan dukungan pendanaan terbesar sekalipun, dan bahwa ide "puisi esai" sekarang sudah mapan dan tidak memerlukan promosi lagi. 

Tetapi, kemarahan (dan rasa putus asa) sebagian publik sastra Indonesia pasti akan berlanjut. 

Ini tidak mengherankan, karena memang sulit sekali untuk menerima bahwa seorang yang bukan sastrawan murni, apalagi penyair murni, memiliki pengaruh begitu besar terhadap sastra Indonesia modern, bahkan terhadap puisi kontemporer.

Baca Juga: Sekjen SATUPENA Satrio Arismunandar, Sebut Sitor Situmorang Dianggap Menghadirkan Kebaruan dalam Puisi Indonesia

Mengenai gagasan dan proklamasi "Angkatan Puisi Esai", sikap saya sebenarnya tidak lepas dari berbagai pertimbangan skeptis yang bersifat dasariah.  

Sejak dulu, sejak kuliah di jurusan sastra (Jerman dan Indonesia), saya sering tidak yakin dengan pengkotak-kotakan ke dalam era atau aliran, atau –seperti yang lazim terjadi di Indonesia– ke dalam "angkatan". 

Misalnya istilah "Angkatan 1945". Bagi saya istilah itu tidak memiliki makna mencukupi, dan saya selalu menjelaskan kepada para mahasiswa saya di Universitas Bonn bahwa sastra Indonesia pada periode 1945-1966 dicirikan oleh pertentangan antara konsep Humanisme Universal dan Realisme Sosialis, hal yang sama sekali tidak diekspresikan oleh istilah "Angkatan 45", melainkan justru disembunyikan atau dikaburkan.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika 180 Kreator Milenial dan Gen Z, dari Aceh hingga Papua, Bersaksi Melalui Puisi Esai

Selain itu, sebuah pikiran yang lebih mendasar yang menyebabkan keengganan saya untuk mengkategorikan karya sastra ke dalam era, aliran atau angkatan. 

Yang benar-benar penting dalam sastra selalulah sang karya individual, serta pertanyaan tentang kualitas isi dan bentuk yang dimilikinya dan apa yang sanggup disampaikannya kepada pembaca. 

Segala sesuatu yang lain adalah hal sekunder dan terutama menjadi urusan studi sastra dan sejarah sastra.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Dana Abadi untuk Festival Tahunan Puisi Esai

Kiranya sikap saya seperti itu yang juga membuat saya menyambut baik kenyataan bahwa dalam kesusastraan Jerman kontemporer konsep "generasi sastra" telah melemah dan hampir tidak memainkan peranan lagi. 

Halaman:
1
2
3
4
5

Berita Terkait