Sekjen SATUPENA Satrio Arismunandar, Sebut Sitor Situmorang Dianggap Menghadirkan Kebaruan dalam Puisi Indonesia
- Penulis : Ulil
- Kamis, 17 Oktober 2024 18:58 WIB
POLITIKABC.COM – Arti penting Sitor Situmorang dalam sastra Indonesia adalah dia dianggap melahirkan kebaruan dalam puisi Indonesia. Sitor memodernisasi puisi Indonesia dengan gaya minimalis dan perenungan filosofis. Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar.
Satrio Arismunandar menanggapi tema diskusi tentang rekam jejak dan kehidupan penyair Sitor Situmorang. Diskusi daring di Jakarta, Kamis malam, 17 Oktober 2024 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.
Diskusi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu akan menghadirkan narasumber istri Sitor Situmorang, Barbara Brouwer dan putranya Iman Situmorang. Diskusi itu akan dipandu oleh Anick HT dan Amelia Fitriani.
Satrio mengungkapkan, oleh pengamat sastra, Sitor dipandang sebagai perintis puisi modern. Karya-karya puisinya memiliki ciri khas gaya ekspresif, sederhana, dan kontemplatif. Ia sering merenungkan alam, cinta, kehidupan batin, dan budaya.
“Puisi Sitor sering disebut sebagai puisi mini atau puisi pendek, yang memadukan kesederhanaan bentuk dengan kedalaman makna,” ujar Satrio.
Ditambahkan Satrio, contoh puisi Sitor yang terkenal adalah "Malam Lebaran." Ini sebuah puisi pendek yang menggambarkan suasana kesunyian saat malam Lebaran, sarat dengan kesederhanaan dan kesedihan tersembunyi.
Satrio memaparkan, selain sebagai penyair, Sitor juga dikenal sebagai penulis cerpen yang penting. “Cerpen-cerpennya sering mengangkat realisme sosial dan problematika manusia dalam situasi sehari-hari, terutama masyarakat Indonesia pada masa awal kemerdekaan,” tuturnya.
Karya Sitor tidak hanya menggambarkan kehidupan perkotaan, ungkap Satrio, tetapi juga menyelami kearifan lokal dan tradisi Batak.
Arti penting lain dari sosok Sitor, ia menjadi penghubung tradisi lokal dan modern. “Sitor sukses meramu nilai-nilai tradisi Batak dengan bahasa sastra modern, menjadikannya sebagai sosok yang mampu merangkul tradisi dan kemajuan sekaligus,” ucap Satrio.
“Selain itu, gaya cerpen dan esainya sering kali bersifat puitis, sehingga ia dianggap sebagai salah satu pelopor prosa liris dalam sastra Indonesia,” lanjut Satrio.
Satrio menyatakan, Sitor juga dikenal sebagai budayawan dan intelektual yang aktif dalam diskusi-diskusi kebudayaan. Ia terlibat dalam Manikebu (Manifes Kebudayaan), sebuah gerakan kebudayaan yang menekankan kebebasan berekspresi dan menentang hegemoni politik dalam seni.
Namun, ungkap Satrio, posisinya kemudian menjadi rumit ketika ia dianggap dekat dengan rezim Soekarno dan ideologi sosialisme. Sehingga pada masa Orde Baru, Sitor sempat dipenjara selama hampir 10 tahun tanpa pengadilan, dari 1967 hingga 1976.***