Monday, Apr 7, 2025
News

Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi: Undang-undang Polri Belum Saatnya Direvisi

image
Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (Asperhupiki) Indonesia Fachrizal Afandi (tengah) didampingi nara sumber lainnya menyampaikan pendapat saat Focus Group Discussion (FGD) terkait revisi Undang-undang Polri dan dampaknya terhadap sistem peradilan pidana di aula Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. ANTARA  

POLITKABC.COM - Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (Asperhupiki) Indonesia, Fachrizal Afandi, mengemukakan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk merevisi Undang-Undang Polri, karena revisi tersebut dapat memengaruhi sistem peradilan pidana secara keseluruhan.

Pernyataan ini disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) mengenai revisi Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia yang berlangsung di aula Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, pada Selasa, 20 Agustus 2024.

Fachrizal Afandi menambahkan bahwa banyak aspek dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri yang belum diatur dalam KUHAPidana, yang terlihat jelas dalam draf RUU tersebut.

Baca Juga: DPR dan Menlu Bahas RUU Tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan dengan Lima Negara

"Seperti tambahan kewenangan penghentian penyidikan dan atau penyelidikan (pasal 16 ayat 1 huruf j), sedangkan dalam KUHAP tidak dikenal penghentian penyelidikan," paparnya.

Selain itu, draf RUU disebutkan tugas Polri dalam pembinaan hukum nasional di pasal 14 angka 1 huruf e, kata dia, bertentangan dengan kewenangan yang melekat pada Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM atau Kemenkumham.

Hal lainnya, ada tambahan kewenangan melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan dan upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri tanpa disertai penjelasan yang ketat seperti di pasal 16 ayat 1 huruf q dalam draf tersebut.

Baca Juga: Cegah Kasus Kekerasan pada Anak Kembali Terulang, KPAI Dorong Pemerintah Segera Sahkan RUU Pengasuhan Anak

"Seharusnya upaya-upaya paksa ini dibahas dalam KUHAP bukan dalam RUU Polri dan dengan perintah Pengadilan," tuturnya menekankan.

Fachrizal mengemukakan, dampak RUU Polri terhadap sistem peradilan pidana itu salah satunya, pengangkatan penyidik PNS dan khusus (Penyidik KPK, Jaksa) harus mendapatkan rekomendasi dari Polri.

Artinya, penyidik PNS dan khusus a harus mendapatkan surat pengantar dari penyidik Polri sebelum mengirimkan berkas ke penuntut umum sehingga menjadi tumpang tindih kewenangan, sehingga terjadi potensi ketidakpaduan proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan persidangan, karena aturan dibuat secara sektoral.

Baca Juga: Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas Tiba-tiba Diganti di Tengah Rapat Pleno Pembahasan RUU, Ini Alasannya

Bahkan upaya paksa dan penghentian penyelidikan dan penyidikan tanpa 'check and balance' serta kontrol pengadilan menjadikan masyarakat terdampak sulit mendapatkan keadilan.

Halaman:
1
2
Sumber: Antara

Berita Terkait