Mengungkap Kasus Perdagangan Orang di Balik Kedatangan Rohingya di Aceh
- Penulis : Ulil
- Selasa, 29 Oktober 2024 15:59 WIB

Herman mengatur penjemputan mereka ke wilayah perairan Sabang, Aceh, lalu membawanya ke daratan Aceh di Kabupaten Abdya.
Dari sana, puluhan pengungsi tersebut diangkut menggunakan truk ke wilayah Tanjung Balai, Provinsi Sumatera Utara, lalu diseberangkan ke wilayah Tanjung Selangor, Malaysia.
Kepada polisi Herman mengaku menerima bayaran dari seorang agen di Malaysia. Dari setiap pengungsi Rohingya yang diselundupkan ke negeri jiran itu, Herman mendapat upah Rp5 juta. Jika dijumlahkan maka ia meraup Rp375 juta.
Baca Juga: Paksa Pencabutan UU Cipta Kerja, Partai Buruh Lakukan Longmarch Bandung-Jakarta
Kasus Aceh Selatan
Kapal penangkap ikan berwarna biru itu terlihat terombang-ambing setelah mesinnya mati di perairan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, pada 18 Oktober 2024. Di geladak kapal, berjejalan 147 orang Rohingya yang sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Labuhan Haji, kota tenang yang dahulu dikenal sebagai pelabuhan keberangkatan ibadah haji di zaman penjajahan Belanda, tiba-tiba heboh dengan kedatangan tamu yang tidak diundang itu.
Baca Juga: Jokowi Indikasikan Lampu Hijau untuk Usulan Rumah Murah buat TKI
Tak dinyana, tiga tamu dari kapal itu bernasib malang. Mereka meninggal dunia, jasadnya ditemukan terapung di laut sebelum mencapai daratan.
Dua hari sebelumnya, Herman Saputra disambut dengan peusijuek di rumah orangtuanya di Desa Drien Kipah, Kecamatan Tangan-Tangan, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya).
Upacara adat itu merupakan bentuk rasa syukur karena ia bebas dari penjara atas kasus penyelundupan pengungsi Rohingya. Namun, setelah hari itu Herman seperti raib tidak diketahui rimbanya.
Pada 21 Oktober Polda Aceh mengumumkan 11 tersangka baru untuk kasus penyelundupan Rohingya di Aceh Selatan. Nama Herman masuk lagi sebagai tersangka bahkan disebut sebagai otak dibalik kasus ini.