Pecinta PSSI, Wahyu Sutono Sampaikan Surat Terbuka Untuk Peter Frans Gontha
- Penulis : Ulil
- Rabu, 18 September 2024 10:27 WIB
POLITIKABC.COM - Mantan Duta Besar untuk Polandia, Peter Frans Gontha mendapatkan surat terbuka oleh pegiat media sosial dan pecinta Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Wahyu Sutono.
Melalui keterangan tertulis di akun media sosialnya, Wahyu Sutono menyampaikan surat terbuka, merespons sejumlah pernyataan yang memicu polemik dari Peter Frans Gontha.
Seperti diketahui, Peter Frans Gontha baru-baru ini mengaku malu dengan banyaknya pemain naturalisasi yang didatangkan oleh PSSI.
Baca Juga: Dapat Lampu Hijau dari Jokowi, Zainudin Amali Diizinkan Fokus di PSSI
Bahkan, Peter Frans Gontha mengatakan jika keputusan PSSI untuk mengambil pemain keturunan Belanda itu dinilai merendahkan martabat bangsa.
Berikut surat terbuka yang ditulis Wahyu Sutono untuk Peter Frans Gontha.
Kepada Yth. :
Sdr. Peter Frans Gontha
Di Jakarta
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Beberkan Kenapa Menpora Mundur Usai Terpilih Waketum PSSI
Salam olahraga,
Terkait dengan kegalauan Saudara tentang pemain keturunan Timnas Indonesia, izinkan saya menanggapinya. Yang pertama terima kasih atas kepeduliannya, walau Saudara tidak begitu paham sepak bola, karena Saudara bukan pemain, juga bukan pelatih sepak bola.
Yang kedua, saya menjawab 8 poin pertanyaan dan pernyataan yang Saudara unggah disini. Mengingat bila saya jawab di akun Saudara bisa terlalu panjang, dan khawatir saya diblock bila Saudara tidak berkenan. Lagipula kolom komennya pun saat ini sudah Saudara kunci.
Baca Juga: Menpora Pekan Depan Undang PSSI, Pembahasan Piala Dunia U-17 Di indonesia
1. Apakah Anda cinta PSSI?
Saya dan semua yang biasa nonton di Gelora Bung Karno (GBK) beserta jutaan insan sepak bola nasional tentu saja cinta. Kalau pun pernah sebal, itu bukan ke PSSI-nya, tapi dulu ke beberapa oknum pengurusnya.
2. Apakah Anda cinta bangsa?
Seperti Saudara, saya dan jutaan masyarakat Indonesia tentu saja cinta NKRI, kecuali bila mereka itu penghianat, termasuk para koruptor dan tentu saja yang tergabung separatisme.
3. Apakah Anda tidak malu lihat PSSI 9 pemainnya adalah bangsa asing yang dinaturalisasi? (Saya malu)
Bila Anda malu, itu urusan Anda. Karenanya agar tak malu, coba lakukan sesuatu yang bisa ikut membangun PSSI dengan cara bertindak, dus bukan menciptakan opini yang keliru.
Baca Juga: Ketua Umum PSSI Erick Thohir Mengecam Keras Pemukulan Wasit hingga Terkapar di Laga Sepak Bola PON
Sedangkan saya dan semua yang biasa nonton di GBK beserta jutaan insan sepak bola yang biasa nobar atau nonton lewat layar kaca sama sekali tidak malu, bahkan bangga dan gembira.
Karena kami tahu bahwa program naturalisasi ini hanya bersifat sementara, alias program jangka pendek, sambil menunggu pembenahan persepakbolaan Indonesia menuju ke arah yang benar-benar profesional dan berprestasi.
Pembenahan itu bukan seperti sulap yang bisa sehari dua hari beres. Tapi butuh waktu panjang hingga tercapai sebuah industri sepak bola modern yang bisa menghasilkan banyak pemain berkualitas untuk Timnas Indonesia.
Lagipula basi bila masih bicara dikotomi pemain lokal dan naturalisasi. Ini sudah dibahas orang sejak lama, karena naturalisasi memang sudah ada sejak era kepengurusan PSSI sebelumnya. Jadi Saudara kesiangan bila baru bicara saat ini, disaat euforia sepak bola kembali bergairah karena lolos hingga Ronde-3.
"Jangan lupa bahwa di era globalisasi ini, jadi hal yang umum di dunia, lagipula semua sudah diatur dalam statuta FIFA. Itu pun dilakukan negara tetangga kita, termasuk Australia yang menggunakan 12 pemain naturalisasi yang 9 diantaranya tak berdarah Australia. Bahkan Prancis saat juara dunia pun pemainnya tidak semua berdarah asli Prancis. Tapi negara lain tak ada yang ribut. Jadi hanya di Indonesia saja yang brisik sekali menyoal naturalisasi."
4. Apa kita bangsa besar?
"Bukan saya rasa demikian" jawabannya. Karena harus tegas bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar. Karenanya bersikaplah dan berjiwa besar dengan pemikiran yang besar. Bukan hanya sekadar membuat pernyataan yang mengundang reaksi miring publik di medsos.
5. Apakah Anda tau bahwa naturalisasi mereka hanya sementara, karena mereka mempunyai dua paspor. Nanti kalau sudah selesai main di Indonesia mereka akan buang status WNI mereka? (Saya tau)
Pertama, kalau tau apa Saudara bisa memberikan buktinya secara terbuka? Agar semua pihak bisa mengantisipasi.
Kedua, yang perlu Saudara ketahui bahwa sejak 6 Januari 2024 Belanda tidak lagi mengizinkan warganya berkewarganegaraan Ganda, sehingga tuduhan Saudara jelas tidak sesuai dengan fakta dan tak berdasarkan data.
Ketiga, Indonesia sendiri tidak menganut azas kewarganegaraan ganda, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006, Pasal 9, yang menyatakan bahwa seseorang yang sudah memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi berkewarganegaraan ganda. Dengan demikian, para pemain naturalisasi itu gugur kewarganegaraan yang sebelumnya, dan itu sudah dijelaskan kepada mereka sebelumnya.
Keempat, berdasarkan realita, pemain naturalisasi yang ada, belum ada satu pun yang sesuai tuduhan Saudara. Bahkan mereka yang tak berdarah Indonesia sekali pun. Misal Cristian Gonzáles asal Uruguay yang berjuang lama untuk bisa mendapat paspor Indonesia.
Gonzales yang sempat menjadi top skor baru resmi menjadi WNI pada 2011 dan sampai saat ini tetap cinta Indonesia dan selalu menonton langsung ke GBK untuk mendukung Timnas Indonesia saat bertanding.
"Yang luar biasa, Gonzales tidak pernah gembar gembor bila dengan uang pribadinya telah digunakan untuk membangun rumah ibadah di Kediri. Lalu mendirikan sekolah sepak bola modern guna mendukung kemajuan sepak bola Indonesia."
Pertanyaannya: "Kapan Saudara Peter akan melakukan hal itu? Bukankah sebagai seorang pengusaha sukses dananya lebih dari cukup?"
6. Apakah mereka mau membuang tunjangan sosial mereka di negaranya begitu saja?
Jawaban Saudara rasanya tidak.
Itu memang berat. Tapi, mereka berani lakukan ini semua tentunya sudah dipikirkan sangat matang dengan segala risikonya. Selain itu, penghasilan mereka sebagai pemain profesional tidak akan dihamburkan begitu saja agar tidak bergantung pada tunjangan sosial. Selain faktor lainnya yang kita tidak tahu.
Karenanya saya justru mengapresiasi dan menghargai risiko besar yang mereka ambil. Lagipula semua keputusan itu kan memang mengandung risiko. Seperti yang Saudara katakan pada awal kalimat bahwa sikap Saudara berisiko, walau dampaknya mungkin hanya sekadar dirujak warganet se-Indonesia.
7. Apakah menurut Anda tidak lebih baik membina pemain kita dari muda (SD s/d dewasa)?
Jawaban Saudara: "Saya rasa demikian."
Tepatnya begini. Selain jawaban saya seperti yang di poin 3, semua insan sepak bola melihat ada pembinaan dari sejak SSB, hingga kompetisi kelompok umur, yang kemudian menghasilkan timnas untuk U-16, U-17, U-19, U-20 dan U-23. Saat ini pun masih terus berjalan sesuai cetak biru yang disusun PSSI terkini bersama FIFA, termasuk pembenahan wasit, stadion, lapangan TC, dan sebagainya.
Bahkan kompetisi untuk perempuan akan dihidupkan kembali pada 2025 esok, pasca kompetisi Galanita dibubarkan hingga Timnas Putri Indonesia terlalu lama tertidur dan sulit berprestasi, bahkan untuk sekelas ASEAN pun.
Persoalan sepak bola Indonesia itu kompleks. Dari kompetisi yang di ASEAN saja belum bisa menjadi yang terbaik. Lalu persoalan mental pemain, kurang cepatnya memahami taktik kendati memiliki skill ball yang sangat baik, kualitas wasit yang belum membanggakan, kualitas rumput yang mengkhawatirkan, dan berbagai persoalan lain di dalamnya, termasuk mafia bola yang tidak mudah diberantasnya.
8. Apakah tidak lebih baik kalah dengan terhormat daripada menang atau seri dengan cara yang merendahkan martabat bangsa?
Jawaban saya: "Tentu lebih baik menang, seri atau kalah terhormat lewat perjuangan yang penuh cinta, siapa pun yang main. Karena siapa pun mereka yang membela tanah air ini, artinya mereka adalah pejuang olahraga. Halmana saat mereka sudah memiliki paspor Indonesia, maka hak dan kewajiban mereka semuanya sama.
Jadi semua itu tidak sesederhana pertanyaan dan pernyataan Saudara. Kecuali bila ditujukan hanya kepada Bung Towel atau segelintir orang yang anti pemain naturalisasi, mungkin akan disambut baik. Tapi karena ditujukan kepada publik, maka jawabannya seperti ini. Untuk itu mohon maaf bila kita berseberangan pemikiran.
Saya dan Saudara sama-sama pencinta musik Jazz. Jadi seperti halnya Jazz yang musiknya penuh improvisasi, maka PSSI pun akan elok bila berimprovisasi agar bisa mengatrol Timnas Indonesia, sekaligus transfer pengalaman, ilmu dan mental bertandingnya kepada pemain lokal, lewat pemain keturunan, selain membangunkan motivasi pemain Liga-1 agar lebih serius berlatih dan berkompetisi sehingga bisa dilirik pelatih nasional.
"Yang terakhir, bila Saudara marah karena diejek oleh seorang teman asing Saudara yang akhirnya Saudara usir dari kantor Saudara selepas mencemoohkan PSSI, maka itu 100 persen murni urusan Saudara dengan orang asing tersebut. Nyatanya justru banyak pihak asing menyikapi positif akan perkembangan sepak bola Indonesia. Coba baca banyak media deh."
Terima kasih dan salam olahraga.
Itulah surat terbuka yang ditulis Wahyu Sutono untuk Peter Frans Gontha.***