DECEMBER 9, 2022
Gaya Hidup

Mengenal Cacar Monyet, Penyakit Langka yang Kini Muncul Kembali, Apa Itu dan Bagaimana Gejalanya?

image
Ilustrasi Gambar Cacar monyet, Infeksi, Virus. (pixabay.com/Alexandra_Koch)

POLITIKABC.COM - Cacar monyet atau Monkeypox adalah penyakit yang mungkin jarang didengar oleh banyak orang, tapi belakangan ini menjadi sorotan setelah munculnya laporan kasus di berbagai negara. Seperti diketahui cacar monyet kini juga sudah masuk ke wilayah Indonesia.

Cacar monyetini merupakan infeksi virus yang awalnya ditemukan pada hewan, khususnya monyet dan hewan pengerat, namun kini mulai menyebar ke manusia. Apa sebenarnya cacar monyet ini, dan mengapa kita perlu mewaspadainya?

Cacar monyet adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Monkeypox, bagian dari keluarga virus Orthopoxvirus yang juga mencakup virus penyebab cacar (smallpox). Meskipun cacar monyet terdengar serupa dengan cacar biasa, gejalanya lebih ringan dan jarang berakibat fatal. 

Baca Juga: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Sebut Vaksin Cacar Api Aman untuk Orang Berdaya Tahan Tubuh Rendah

Meski begitu, cacar monyet tetap memerlukan perhatian serius karena bisa menyebar melalui kontak langsung dengan penderita atau hewan yang terinfeksi.

Virus cacar monyet pertama kali ditemukan pada tahun 1958 ketika wabah terjadi di laboratorium yang memelihara monyet untuk penelitian. Kasus pada manusia pertama kali tercatat pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo. 

Selama beberapa dekade, cacar monyet hanya dikenal sebagai penyakit endemik di Afrika Tengah dan Barat, tetapi sejak tahun 2022, penyebarannya mulai menyebar ke luar wilayah tersebut, termasuk Eropa, Amerika, dan Asia.

Baca Juga: WHO Rekomendasikan Pemerintah Cukup Lakukan Vaksin Terarah Melawan Cacar Mpox, Tak Perlu Vaksinasi Massal

Seperti namanya, virus ini awalnya ditemukan pada monyet, namun penelitian menunjukkan bahwa hewan pengerat seperti tikus dan tupai juga bisa menjadi inang utama virus ini. 

Manusia dapat terinfeksi melalui gigitan hewan yang terinfeksi atau kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, atau luka pada kulit hewan tersebut. 

Penularan antarmanusia bisa terjadi melalui kontak fisik langsung, terutama dengan luka terbuka atau cairan tubuh penderita, serta melalui droplet saat batuk atau bersin.

Baca Juga: WHO Tetapkan Sebaran Kasus Cacar Monyet Sebagai Darurat Kesehatan Global, Menkes Budi Gunadi Sadikin Sampaikan Alasannya

Meningkatnya kasus di luar Afrika menjadi perhatian global. Salah satu penyebabnya adalah perjalanan internasional dan meningkatnya interaksi antara manusia dan hewan liar di beberapa daerah. 

Penyebaran virus ini diperparah oleh kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang cara penularan dan gejalanya. Selain itu, vaksinasi cacar yang pernah dihentikan sejak tahun 1980-an juga mempengaruhi daya tahan tubuh masyarakat terhadap virus cacar monyet ini.

Gejala cacar monyet biasanya muncul dalam 5-21 hari setelah terpapar virus. Gejalanya dimulai dengan demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan, mirip dengan flu pada umumnya. 

Namun, gejala yang membedakannya adalah munculnya ruam kulit yang berawal dari wajah dan kemudian menyebar ke bagian tubuh lain seperti tangan, kaki, dan dada.

Ruam pada cacar monyet seringkali diawali dengan bintik merah yang kemudian berubah menjadi lepuhan berisi cairan dan akhirnya menjadi luka yang mengeras sebelum mengering dan terkelupas. 

Ruam ini bisa sangat gatal dan menyakitkan, terutama ketika sudah menjadi lepuhan. Selain itu, kelenjar getah bening di sekitar tubuh juga bisa mengalami pembengkakan, yang menjadi salah satu tanda khas dari cacar monyet.

Secara umum, cacar monyet memiliki tingkat kematian yang rendah, terutama pada strain yang lebih umum ditemukan di luar Afrika. 

Namun, pada kasus yang parah, terutama pada anak-anak, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, atau orang yang tidak pernah divaksinasi cacar, infeksi ini bisa berpotensi lebih serius. Komplikasi seperti infeksi paru-paru atau sepsis bisa terjadi pada kasus tertentu.

Diagnosis cacar monyet dilakukan melalui tes laboratorium dengan mengambil sampel dari lepuhan atau luka yang muncul di kulit. 

Jika seseorang menunjukkan gejala yang sesuai dengan cacar monyet dan memiliki riwayat kontak dengan hewan atau manusia yang terinfeksi, sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan medis untuk memastikan apakah itu benar-benar cacar monyet.

Saat ini, belum ada pengobatan khusus untuk cacar monyet. Perawatan yang diberikan umumnya bersifat simptomatik, artinya hanya untuk meredakan gejala seperti demam dan rasa sakit. 

Pada beberapa kasus, antivirus tertentu mungkin digunakan. Selain itu, vaksinasi cacar yang dulu digunakan untuk cacar biasa ternyata cukup efektif dalam mencegah cacar monyet. 

Meskipun vaksin ini tidak lagi diberikan secara rutin, beberapa negara kini mulai mempertimbangkan pemberian vaksin pada populasi berisiko tinggi.

Pencegahan utama cacar monyet adalah dengan menghindari kontak langsung dengan hewan liar, terutama di daerah yang endemik. Selain itu, menjaga kebersihan tangan dan menghindari kontak fisik dengan orang yang memiliki ruam atau luka yang mencurigakan sangat penting. 

Jika Anda merasa pernah terpapar atau memiliki gejala yang mirip, segeralah melakukan isolasi dan memeriksakan diri ke dokter untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.

Bagi mereka yang didiagnosis dengan cacar monyet, penting untuk segera melakukan karantina di rumah atau fasilitas kesehatan hingga ruam menghilang dan luka sembuh sepenuhnya. 

Hindari kontak dengan orang lain, terutama mereka yang rentan seperti anak-anak dan orang lanjut usia. Selain itu, menjaga kebersihan lingkungan dan barang-barang pribadi adalah langkah penting untuk mencegah penyebaran virus di rumah.

Meskipun cacar monyet bukan penyakit baru, penyebarannya yang mulai meluas di luar Afrika patut diwaspadai. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana virus ini menyebar dan gejalanya, kita dapat lebih siap untuk mencegah penularan dan melindungi diri serta orang-orang di sekitar kita. 

Tetap waspada, jaga kebersihan, dan selalu perhatikan informasi terbaru dari otoritas kesehatan.***

Penulis : Rifqi Afiyatul Maula Rohman

Berita Terkait