DECEMBER 9, 2022
News

Kasus Korupsi Proyek Jalur Kereta Api, Ini Tiga Mantan Pejabat Kemenhub yang Didakwa Rugikan Negara hingga Rp1,15 Triliun

image
Para mantan pejabat Kemenhub menerima dakwaan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023 di Pengadilan Tipikor, Jakarta/ (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)

POLITIKABC.COM - Tiga orang mantan pejabat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp1,15 triliun.

Tiga mantan pejabat Kemenhub tersebut diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 hingga 2023.

Ketiga pejabat Kemenhub dimaksud adalah mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Akhmad Afif Setiawan.

Baca Juga: Buronan Kasus Korupsi Jaringan Instalasi Internet di Musi Banyuasin Akhirnya Ditangkap, Ini Perannya

Kemudian antan PPK Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa Halim Hartono.

Serta mantan Kepala Seksi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Rieki Meidi Yuwana.

"Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara senilai Rp1,15 triliun atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara," kata Jaksa Penuntut Umum Andi Setyawan pada sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 15 Juli 2024. 

Baca Juga: Syahrul Yasin Limpo akan Jalani Sidang Pembacaan Tuntutan Hari Ini Berkait Kasus Korupsi di Kementan

Tiga orang mantan pejabat Kemenhub itu didakwa melakukan korupsi bersama dengan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2016–2017 Nur Setiawan Sidik, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2017–2018 Amanna Gappa, serta Team Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna Arista Gunawan.

Kemudian, bersama pula dengan Beneficial Owner dari PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana Freddy Gondowardojo, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2015–2016 Hendy Siswanto.

Serta Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub periode 2016–2017 Prasteyo Boeditjahjono. Para terdakwa tersebut ditangani dalam berkas terpisah.

Baca Juga: Bulog dan Bapanas Diduga Terlibat Korupsi Impor Beras Capai 2,2 Juta Ton, DPR RI Didesak Segera Bentuk Pansus

Jaksa menuturkan korupsi diduga dilakukan dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi atau dengan menyalahgunakan kewenangan karena jabatan.

Dengan demikian, tiga orang terdakwa itu disangkakan melanggar pidana pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam memperkaya diri atau orang lain, JPU mengungkapkan para terdakwa telah memperkaya Afif sebesar Rp10,59 miliar, Nur Setiawan Rp3,5 miliar, Amanna Rp3,29 miliar, Rieki Rp1,04 miliar, Halim Rp28,13 miliar, serta Arista dan/atau PT Dardela Yasa Guna Rp12,34 miliar

Selain itu, korupsi turut dilakukan dengan memperkaya Freddy dan/atau PT Tiga Putra Mandiri Jaya sebesar Rp64,3 miliar, Prasetyo Rp1,4 miliar, serta beberapa pihak lainnya senilai total Rp1,03 triliun.

Jaksa membeberkan perbuatan korupsi dilakukan para terdakwa dengan memecah paket pekerjaan menjadi 11 paket pekerjaan konstruksi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa dengan nilai di bawah Rp100 miliar dan empat paket supervisi untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks sehingga dalam pelaksanaan pelelangan menggunakan metode penilaian usai kualifikasi.

Besaran nilai proyek tersebut sekitar Rp1,36 triliun dalam kontrak tahun jamak selama tiga tahun, yakni dari 2017 hingga 2019.

Selain itu, para terdakwa juga mengatur pemenang lelang pekerjaan konstruksi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa paket BSL-1 hingga BSL-11 dengan cara melakukan pertemuan bersama calon pemenang untuk memberikan informasi mengenai metode kerja.

Para terdakwa juga memasukkan persyaratan berupa keharusan adanya dukungan dari perusahaan pemilik Multi Tamping Tier (MTT) yang dilengkapi dengan bukti kepemilikan dan faktur pembelaan.

"Syarat tersebut hanya dapat dipenuhi oleh PT Mitra Kerja Prasarana yang dimiliki Freddy Gondowardojo," ucap KPU Andi Setyawan.***


 

Sumber: Antara

Berita Terkait