Puisi Esai Denny JA: Mereka yang Mulai Teriak Merdeka dan Lahirlah Budi Utomo
- Penulis : Ulil
- Senin, 20 Januari 2025 08:00 WIB
Catatan itu ditulis oleh Darta,
ketika ia merapat ke sana, sebagai asisten Dr. Soetomo.
Di balik tembok-tembok putih rumah sakit kolonial,
Darta melihat dokter muda,
berdiri dengan tatapan tajam namun ragu.
Dr. Soetomo, ia dipanggil.
Sejak saat itu,
renungan kemerdekaan selalu mengganggunya.
Baca Juga: Orasi Denny JA: Pentingnya Mengawinkan Isu Sosial dan Puisi
Tangannya terampil, pikirannya cerdas,
diberi jalan keemasan oleh tangan penjajah,
namun jiwanya terantuk pada jerit rakyat yang terabaikan.
Saat itu, di sekolah-sekolah,
Dr. Wahidin berkeliling, suaranya menyusup lembut, membawa gagasan kemerdekaan,
ilmu pengetahuan, dan persatuan sebagai cahaya baru.
Soetomo tersentuh oleh Dr. Wahidin.
Bukan pedang, tapi pendidikan yang menyalakan api kebangkitan.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Salman Berjumpa Tunawisma di London
Malam-malam Dokter Soetomo adalah perpustakaan yang luka.
Ceramah Dr. Wahidin menjadi buku kedua.
Penderitaan pribumi itu buku pertama.
Dan kabar kemerdekaan aneka negeri jauh di seberang lautan sana menjadi halaman terakhir.
Di malam sunyi, dokter itu merenung:
“Apakah pengetahuanku hanya sekadar layar
untuk perahu bangsa penjajah?
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Sebagai Imigran, Ia Masih Luka
Ataukah ia menjadi obor
yang menyala untuk bangsaku yang terjajah?”