Puisi Esai Denny JA: Ketika Anakku Kecanduan Internet
- Penulis : Ulil
- Sabtu, 07 Desember 2024 18:00 WIB
Di sana, di rumah sakit, layar dimatikan, Hidup perlahan dinyalakan kembali.
David belajar menghirup udara tanpa Wi-Fi. Ia mencoba melukis, Garis-garisnya gemetar, tapi penuh asa.
“Ini perjalanan panjang,” kata terapisnya.
“Tapi ia bisa pulih.”
Aku melihat ia bermain bola lagi. Tawanya kecil, seperti lilin yang baru menyala. Namun, aku tahu luka itu tetap ada.
Baca Juga: Puisi Denny JA: Kubawa Cincin Janjiku
Seperti bayangan yang bersembunyi di sudut pikirannya. Setiap kali ia melihat layar, Aku takut ia akan jatuh lagi ke jurang itu.
Internet tetap ada, seperti laut yang tak pernah kering, Namun David pulang, dengan langkah kecil menuju terang.
Malam ini, ia duduk di sebelahku. Tangannya menggenggam tanganku, hangat, nyata. “Aku ingin belajar kembali, Bu,” katanya lirih.
Baca Juga: Storytelling Melalui Puisi Esai tentang LGBT dan Lainnya
Dan aku tahu, masih ada harapan. Di ujung cahaya layar yang perlahan meredup, ada dunia yang menanti, memeluknya kembali.
David menjadi cermin. Kita semua kini pelaut dalam badai digital. Ada yang selamat. Ada yang tenggelam.
Kupeluk David, anakku. Kukecup keningnya. Kuhembuskan doa, agar ia kembali, kembali memeluk hidup yang nyata.
Baca Juga: Puisi Denny JA: Nasionalisme di Era Algoritma
“Aku merindukan tawa kecilmu, nak, seperti hujan pertama yang menyentuh tanah kering. Kemarin kau tenggelam dalam layar, seperti ikan yang lupa bahwa lautnya adalah rumah.”