
POLITIKABC.COM - Setelah 58 tahun terpisah oleh sejarah akibat prahara politik, Anwar kembali untuk menepati janji yang pernah terkubur bersama waktu.
-000-
Langit Jakarta berwarna tembaga,
menggantung kelabu,
menjadi lukisan tua yang pecah.
Baca Juga: Puisi Denny JA: Perempuan Itu Belajar di Bawah Cahaya Kunang-kunang
Di hadapan tanah yang pernah ia sebut rumah,
Anwar berdiri menatap nisan beku,
nama Farah terukir samar,
kenangan yang tertutup debu sejarah.
Lima puluh delapan tahun lalu,
dikirim jauh ke negeri asing,
Anwar meninggalkan cintanya,
dengan janji berbisik di bibir:
“Untukmu, aku kembali.”
Bung Karno memanggil anak-anak muda,
mengirim mereka sekolah ke luar negeri,
memetik pelajaran di tanah jauh,
dengan harapan mereka pulang,
membangun negeri yang bermimpi.
Baca Juga: Puisi Denny JA: Ilmu Menjadi Tanah Air Pengganti
Farah mengantar Anwar di batas kota,
matanya menyimpan luka perpisahan,
cinta mereka terjepit di ujung harapan,
seperti api kecil yang dilindungi dari angin.
Dan di Moskow, Anwar membeli cincin kecil—
sebuah janji yang ia simpan erat,
cahaya bagi cinta yang ia bawa pulang.
Namun badai datang,
memecah langit dengan raungan.
Baca Juga: Puisi Denny JA: Dilema di Tanah Asing
1965, Bung Karno tumbang,
impian berserak di jalanan yang berlumur darah.