Kisah Maruli, Tinggalkan Anak dan Istri ke Afrika Tengah demi NKRI
- Penulis : Ulil
- Selasa, 05 November 2024 17:07 WIB
Oleh Walda Marison
POLITIKABC.COM - Wajah Serka Maruli Butarbutar begitu semringah siang itu. Senyumnya merekah kala menyambut kedatangan istri serta dua putrinya yang masih berusia 1 dan 4 tahun.
Pertemuan hangat itu terjadi di tengah lapangan Markas Yonzikon 14, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Selasa 5 November 2024,. Maruli yang sedang berdiri di tengah lapangan langsung diserbu putri pertamanya, Marcella, yang memeluk kakinya seperti minta digendong.
Baca Juga: Bapplu Gerindra menunjuk mantan komisioner Komnas HAM Munafrizal sebagai pembicara
Sang istri pun ikut menghampiri Maruli sambil menggendong putri kedua yang masih berusia 1 tahun.
Pertemuan hangat itu dibalut senyum, tawa, hingga tangis haru. Hal serupa juga terjadi dengan 138 prajurit Zeni lain yang berada di lapangan yang sama dengan Maruli usai upacara pelepasan pasukan perdamaian ke Afrika Tengah.
Mereka merupakan pasukan yang tergabung dalam Satgas Kizi Minusca XXXVII-K. Mereka hanya ingin bercengkerama dengan keluarga untuk kali terakhir sebelum bertugas di Afrika Tengah selama 1 tahun.
Baca Juga: Prabowo Sebut Afrika Nilai Indonesia Jadi Contoh Keberhasilan Negara Berkembang
Semua canda, tawa, dan pelukan hangat itu diberikan pasukan ke keluarganya karena mereka sadar 1 tahun ke depan suasana tersebut tidak akan terulang.
Hal yang sama juga dilakukan Maruli terhadap keluarga kecilnya.
Maruli sendiri mengaku beruntung mendapatkan dukungan dari keluarga untuk bertugas di Afrika Tengah.
Baca Juga: Alami Kelangkaan Bahan Bakar, Sejumlah Penerbangan Pesawat di Mali, Afrika Barat Dibatalkan
Dukungan tersebut diakui Maruli telah dirasakan sejak dirinya menjalani seleksi pasukan untuk dikirim ke Afrika Tengah.
Rangkaian tes tersebut sudah dijalani Maruli sejak Februari 2024. Dari rangkaian tes yang ketat, Maruli berhasil melewati tingkatan seleksi hingga akhirnya dinyatakan lulus pada Mei 2024.
Setelah dinyatakan lulus, Maruli pun mengikuti pendidikan di Bogor untuk mempertajam kemampuan teknis guna mendukung operasi perdamaian di Afrika Tengah.
Namun, kabar kelulusan itu bak pisau bermata dua yang menghujam Maruli dan keluarga. Di satu sisi Maruli tidak bisa membendung kebanggaan mengemban tugas negara dalam misi perdamaian. Di sisi lain, Maruli dirundung kesedihan karena harus meninggalkan keluarga selama 1 tahun.
Kecamuk di kepala Maruli itu pun coba dia ceritakan ke sang istri. Layaknya sang istri tentara, Hotma Meriana Situngkir tetap tegar menerima kenyataan dan terus mendukung suami menjalankan tugas.
"Saya juga sampaikan, risiko jadi istri tentara, ya seperti ini. Kita akan ditinggalkan demi tugas karena tugas adalah kehormatan dan kebanggaan kita," kata Maruli.
Walau sudah mendapatkan restu dari sang istri, perasaan Maruli tetap diliputi kegelisahan. Dia merasa berat karena harus meninggalkan sang buah hati, terutama si bungsu, Manuella.
"Kalau adiknya yang kecil ini (bungsu) memang secara batin kita belum siap untuk meninggalkan karena masih butuh sosok ayah dalam tumbuh kembangnya," kata Maruli.
Namun demikian, Maruli harus meredam rasa gelisah itu bulat-bulat dan tetap menjalankan tugas atas nama negara.
Baca Juga: Ancaman Penyakit Cacar Monyet, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa Serukan Penyebaran Vaksin
Pria berusia 31 tahun ini juga telah memiliki cara ampuh untuk menghadapi situasi hati yang dilematis itu. Cara itu dia dapatkan ketika mengikuti pendidikan khusus di Bogor sebelum dikirim ke Afrika Tengah.
Maruli menyebut ada pembekalan materi manajemen stres, yakni bagaimana seseorang mengelola stres ketika sudah rindu kepada anak dan istri.
Mau tidak mau, Maruli nantinya hanya akan mengandalkan teknologi komunikasi seperti video call untuk melepas rindu dengan keluarga selama bertugas.
Baca Juga: Pelatih timnas Indonesia U-20 Indra Sjafri Bersyukur Anak Didiknya Lolos ke Piala Asia U-20 2025
Hotma Meriana Situngkir mengaku tidak bisa membendung rasa sedih sekaligus bangga ketika tahu suaminya akan meninggalkan dirinya dan anak selama 1 tahun.
Di samping sedih, rasa khawatir akan kondisi suami di medan tugas juga berkecamuk dalam hati. Setiap hari dirinya selalu memanjatkan doa agar sang suami tetap selamat dalam menjalankan tugas negara.
Walau merasa sedih, Hotma mengaku tetap siap mendukung sang suami menjalankan apa pun tugas yang diberikan negara.
Dia hanya berpesan kepada sang suami untuk terus berdoa kepada yang Maha Kuasa agar diberikan keselamatan selama bertugas.
"Jaga kesehatan, berangkat selamat, pulang juga harus selamat. Ingat anak dan istri dan ingat keluarga," kata Hotma seraya menyampaikan pesan kepada Maruli.
Peran TNI di Afrika Tengah
Baca Juga: Pemerintah Afrika Catat 1100 Orang Tewas akibat Penyakit Cacar Monyet
Konflik di Afrika Tengah sudah berlangsung sejak 2013 antara kelompok pemberontak dengan pemerintah setempat.
Konflik tersebut mengakibatkan banyak warga yang menjadi korban dari kubu kedua pihak menjadi korban perang. Tidak hanya itu, konflik yang belum usai hingga saat ini pun menimbulkan banyak permasalahan, seperti kurangnya infrastruktur dan layanan kesehatan warga.
Kondisi ini membuat munculnya beragam penyakit yang diderita warga yakni gizi buruk, malaria, HIV AIDS, tuberkolosis, dan wabah penyakit lainnya.
Kondisi ini membuat PBB mengambil tindakan untuk menyelamatkan warga setempat sekaligus mencoba meredam konflik yang terjadi.
Dalam kondisi inilah TNI mengambil peran menjalankan misi kemanusiaan untuk ikut meredam konflik dan menyelamatkan warga di Afrika Tengah.
Kepala Pusat Zeni TNI Angkatan Darat (Pusziad) Mayjen TNI Budi Hariswanto menjelaskan pihaknya telah menyiapkan 138 pasukan untuk dikirimkan ke Afrika Tengah menjalankan misi perdamaian.
Tugas seratusan pasukan itu menggantikan pasukan lain yang telah bertugas di Afrika Tengah selama satu tahun.
Selama 1 tahun terakhir pihaknya menerima banyak laporan bagus dari seluruh pasukan yang telah menjalankan tugas kemanusiaan di Afrika Tengah.
Laporan tersebut salah satunya berupa apresiasi dari PBB atas kontribusi pasukan TNI di Afrika Selatan. Untuk menjaga kinerja baik itu, Budi memastikan telah mempersiapkan pasukan pengganti dengan kemampuan yang terbaik.
Para pasukan itu dilengkapi beragam kemampuan di bidang teknis, seperti pembangunan infrastruktur dan bahan peledak.
Kemampuan infrastruktur tentu sangat diperlukan untuk menunjang kemampuan utama Zeni yakni dalam membangun fasilitas publik seperti jalan, jembatan, rumah sakit, dan fasilitas lainnya.
Selain itu, kemampuan di bidang bahan peledak juga sangat diperlukan untuk menjinakkan ranjau yang masih tersebar di lokasi konflik.
Tidak hanya kemampuan teknis, para prajurit juga dibekali dengan kemampuan sosial yang tinggi untuk berbaur dengan masyarakat.
Mereka pun dibekali kemampuan bagaimana berkomunikasi dengan masyarakat setempat, bagaimana menjadi mediator untuk tidak terjadi perselisihan di sana.
Dengan ragam kemampuan itu, Budi yakin pasukannya dapat berkontribusi banyak dalam membantu masyarakat di wilayah konflik Afrika Tengah.***