DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Mengenal Paus Fransiskus Lebih Dekat: Dari Buenos Aires hingga Vatikan

image
Paus Fransiskus di sambut hangat oleh masyarakat. (INSTAGRAM/@franciscus)

POLITIKABC.COM - Paus Fransiskus, pemimpin spiritual bagi lebih dari satu miliar umat Katolik di seluruh dunia, lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio lahir di Buenos Aires, Argentina, pada 17 Desember 1936. 

Paus Fransiskus adalah Paus pertama yang berasal dari benua Amerika, dan juga Paus pertama dari ordo Yesuit. Momen penting ini terjadi ketika ia terpilih sebagai Paus pada 13 Maret 2013, menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri.

Sebelum menjadi Paus, Bergoglio hidup sederhana sebagai seorang imam dan kemudian uskup agung di Buenos Aires. 

Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Keluarkan Surat Edaran agar Siswa Belajar dari Rumah Selama Misa Akbar Paus Fransiskus di GBK

Ia dikenal dengan gaya hidupnya yang rendah hati—sering terlihat naik bus umum untuk bepergian, bahkan setelah diangkat menjadi Kardinal pada 2001. 

Filosofinya selalu berpusat pada pelayanan bagi orang miskin dan terpinggirkan, yang menjadi salah satu ciri khas kepemimpinannya di kemudian hari.

Pemilihan Paus Fransiskus terjadi di tengah krisis yang melanda Gereja Katolik. 

Baca Juga: Berkunjung ke Indonesia, Paus Fransiskus Ingatkan Makna Bersedekah Tanpa Memandang Rendah

Tuntutan akan keterbukaan dan transparansi membuat para Kardinal memilih seorang pemimpin yang membawa angin segar. 

Fransiskus, dengan pendekatannya yang sederhana dan pesan-pesan yang inklusif, dianggap sebagai sosok yang mampu membawa perubahan di institusi gereja yang telah berusia lebih dari dua milenium.

Lahir dari keluarga imigran Italia di Argentina, Fransiskus tumbuh dengan nilai-nilai ketekunan dan empati. 

Baca Juga: Paus Memberkati Lukisan Karya Denny JA tentang Paus Fransiskus Membasuh Kaki Rakyat Indonesia 

Ia awalnya belajar untuk menjadi seorang teknisi kimia sebelum memutuskan untuk mengikuti panggilan religiusnya dan bergabung dengan ordo Yesuit pada usia 21 tahun. 

Kariernya di dalam gereja berkembang pesat, meskipun ia sering kali menolak perhatian atau kemewahan yang menyertai posisinya.

Sejak awal, Paus Fransiskus memperlihatkan pendekatan yang sangat berbeda dari para pendahulunya. 
Salah satu hal pertama yang ia lakukan setelah terpilih adalah menolak tinggal di Istana Apostolik dan memilih tinggal di wisma tamu Vatikan. 

Baca Juga: Kisah Bapak Berusia 66 Tahun asal Solo, Rela Datang ke Jakarta untuk Melihat Paus Fransiskus dari Seberang Masjid Istiqlal

Ia ingin menjadi lebih dekat dengan umatnya dan menekankan bahwa Paus adalah seorang pelayan, bukan seorang raja. 

"Gereja harus miskin dan untuk orang miskin," begitu kata Fransiskus dalam banyak kesempatan.

Selama kepemimpinannya, Paus Fransiskus telah mendorong berbagai reformasi, baik di bidang keuangan maupun dalam doktrin sosial gereja. 

Baca Juga: Paus Fransiskus Nyatakan Peperangan Hanya akan Membawa Kekalahan

Pada 2015, ia menerbitkan ensiklik Laudato Si', yang menyoroti krisis iklim dan pentingnya merawat bumi sebagai rumah bersama. 

Ini adalah pertama kalinya seorang Paus begitu tegas berbicara tentang isu lingkungan, dan seruannya menggema di seluruh dunia, tidak hanya di kalangan Katolik. 

Namun, jalan yang ia tempuh tidak selalu mulus. Paus Fransiskus sering kali berhadapan dengan resistensi internal, terutama dari kelompok konservatif di dalam gereja yang menganggapnya terlalu progresif. 

Kebijakannya yang lebih inklusif terhadap LGBT, perceraian, dan reformasi dalam proses penanganan skandal seksual gereja menimbulkan perdebatan sengit di antara para pejabat gereja.

Pengaruh Paus Fransiskus melampaui batas-batas agama. Ia menjadi simbol harapan bagi mereka yang merasa tertindas atau terpinggirkan. 

Pendekatannya yang humanis dan pesan-pesan cinta kasih membuatnya dikagumi oleh banyak kalangan, baik Katolik maupun non-Katolik. 

Ia juga aktif dalam diplomasi internasional, berperan penting dalam rekonsiliasi antara Amerika Serikat dan Kuba.

Paus Fransiskus, meskipun telah berusia 87 tahun, tetap aktif menjalankan tugas-tugasnya. 

Ia sering melakukan kunjungan ke negara-negara yang tengah berkonflik, seperti Irak pada 2021, untuk menyampaikan pesan perdamaian. 

Kondisi fisiknya sempat menurun akibat beberapa masalah kesehatan, namun semangatnya untuk melayani umat tidak pernah surut.

Di tengah dunia yang penuh ketidakpastian, Paus Fransiskus tetap menjadi suara moral yang penting. 
Dalam situasi global yang semakin kompleks, dari perubahan iklim hingga isu migrasi, suaranya yang menyerukan kasih sayang dan persatuan masih sangat relevan. 

Ia menegaskan bahwa agama harus menjadi kekuatan untuk kebaikan, bukan untuk memecah belah.

Paus Fransiskus telah mencetak jejak yang dalam dalam sejarah Gereja Katolik. Warisannya tidak hanya akan diingat dari reformasi yang ia lakukan, tetapi juga dari pesan cinta kasih yang ia sampaikan ke seluruh dunia. 

Bagi banyak orang, ia adalah seorang pembaharu yang membawa harapan baru bagi gereja yang tengah mencari arah di masa modern ini. 

Tak seorang pun tahu kapan kepemimpinan Paus Fransiskus akan berakhir, tetapi satu hal yang pasti: ia telah mengubah wajah Gereja Katolik untuk selamanya. 

Dari jalan-jalan di Buenos Aires hingga lorong-lorong Vatikan, perjalanan Paus Fransiskus menunjukkan bahwa seorang pemimpin besar tidak diukur dari kekuasaannya, tetapi dari cinta dan pelayanannya kepada umat manusia.

Untuk diketahui, kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia ini merupakan ketiga kalinya, setelah Paus Paulus VI pada tahun 1970 dan kunjungan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989.

Paus Fransiskus melakukan perjalanan apostolik ke kawasan Asia-Pasifik selama 3-13 September 2024, untuk mengunjungi empat negara, yakni Indonesia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura. Perjalanan selama 11 hari itu akan menjadi lawatan paling lama Bapa Suci berusia 87 tahun tersebut, sejak 11 tahun kepemimpinan atas Tahta Suci Vatikan.***


Penulis : Rifqi Afiyatul Maula Rohman

Berita Terkait