Klaim Rocky Gerung & Alarm Integritas Lembaga Survei di Tahun Politik
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 08 Juni 2023 13:25 WIB
POL - 8 Juni 2023 Independensi dan integritas jajak pendapat politik merupakan isu tersembunyi yang akan muncul menjelang pemilu 2024. Salah satunya adalah dampak kesaksian pengamat Rocky Gerung, yang kemudian dielu-elukan oleh banyak staf Biro Riset Politik Indonesia di media sosial mereka sendiri. Tudingan Rocky Gerung bermula saat mengetahui sejarah lembaga penelitian tersebut. Ia mengatakan, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merupakan pelopor lembaga serupa di Indonesia. Menurutnya, LSI bahkan dibiayai Bank Dunia untuk mendukung demokrasi di Indonesia. LSI kemudian melahirkan tokoh-tokoh yang kini menemukan lembaga penelitian politik lainnya di Indonesia. Namun, dia yakin fasilitas riset Indonesia saat ini scam. “Nipu, sudah dibayar, dia melakukan penyelidikan sendiri di lembaga yang sudah dibayar. Semua lembaga penelitian saat ini saling curang dengan mengirimkan kuesioner,” kata Rocky dalam video yang kemudian viral. Keraguan ini muncul karena hasil beberapa jajak pendapat politik di Indonesia serupa. Menurutnya, sebuah lembaga penelitian tidak bisa dipercaya jika tidak memiliki bukti pendanaan publik. Saiful Mujani, pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), menegaskan LSI tidak dibiayai oleh Bank Dunia tetapi oleh Japan International Cooperation Agency (JICA). Namun, sumber-sumber ini tidak berpengaruh pada proses survei dan hasilnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyatakan lembaga riset tersebut tidak melakukan kecurangan. Sebab, banyak pihak, termasuk partai politik, bergantung pada lembaga penelitian. Asrinaldi, pengamat politik dari Universitas Andalas, mengatakan selama ada tanggung jawab keilmuan dan transparansi pendanaan, tidak ada yang mempersoalkan lembaga penelitian. Menurutnya, jika lembaga tersebut mampu menjelaskan metode yang digunakan dalam survei, dipastikan bisa memprediksi angka. Karena salah satu tugas ilmiah adalah prediksi. "Masalah lainnya adalah pembiayaan. Siapa yang akan membiayainya?" Dari situ kita bisa melihat apakah think tank ini memang tertarik untuk memajukan demokrasi atau kepentingan politik jangka pendek tertentu," kata Asrinaldi usai dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (7/6) malam. Asrinaldi tak memungkiri ada beberapa hasil pemilu yang bisa mempengaruhi opini publik jelang tahun pemilu. Dia mengatakan bahwa jajak pendapat dapat membentuk opini jika didukung oleh alat lain seperti ulasan media, influencer, dan buzzer yang mengulangi masalah tersebut di berbagai platform media sosial. Asrinaldi kemudian berbicara tentang citra dan realitas. Menurutnya, informasi citra tokoh tertentu sebenarnya bisa saja berbeda dengan kenyataan. Ia merasa jika hal itu diberitakan secara konsisten, orang akan percaya bahwa yang ditayangkan adalah kebenaran. Dia percaya bahwa konsep ini juga berlaku untuk penelitian yang dipublikasikan secara publik. Misalnya, hasil polling menunjukkan bahwa calon presiden atau partai politik mendapat banyak suara, sehingga lama kelamaan orang mendapat impresi bahwa nomor tersebut akan menang. “Manusia memang berada di pihak yang menang. Tentu saja, dengan tren ini, lembaga survei memperoleh makna negatif, karena tujuan mereka adalah mempengaruhi opini publik demi kepentingan politik yang mereka wakili.” Itu yang kami suka," kata Asrinaldi. Sementara itu, pengamat politik BRIN Wasisto Jati menyoroti pentingnya lembaga pemilu bagi demokrasi, khususnya dalam mendorong partisipasi pemilu. Karena mereka bisa mendapatkan informasi tentang masing-masing kandidat melalui lembaga penelitian. Berbeda dengan Asrinaldi, Wasis menilai jajak pendapat tidak bisa mempengaruhi opini publik. Menurutnya, hal itu tergantung dari sudut pandang masing-masing individu. “Karena hasil yang disampaikan lembaga penelitian pada dasarnya hanya hasil sampel. Oleh karena itu, membaca kembali hasil tersebut tergantung interpretasi masyarakat,” ujarnya. Lembaga penelitian yang berpihak pada calon Asrinaldi mengatakan sudah selayaknya lembaga penelitian yang bias dan direkrut oleh kandidat atau lembaga tertentu tidak mempublikasikan hasil penelitiannya kepada publik. Menurutnya, hasil tersebut cukup untuk keperluan internal, yang kemudian digunakan untuk menyusun strategi yang berhasil. "Jadi berapa angkanya, apa datanya, sehingga kita bisa menghasilkan strategi yang perlu kita gunakan bulan ini untuk meningkatkan daya tarik kita, meningkatkan popularitas kita, membuat hal ini diperhitungkan, memainkan hal ini." Itu strategi internal," katanya. “Tapi kalau kita tahu ada calon tertentu yang merekrut dan mempopulerkan think tank ini, sudah pasti calon yang dipekerjakan itu yang menang. Jangan percaya,” sambung penulis Kekuatan Politik di Indonesia (2014). Asrinaldi menilai, sudah menjadi rahasia umum jika beberapa lembaga penelitian penting dikaitkan dengan partai. Maka tidak heran lagi jika di lembaga penelitian tertentu hanya angka-angka tertentu saja yang menonjol. “Tidak heran kalau melihat hasil yang didapat orang itu, memang begitulah yang terjadi, ya kami paham dan paham. Tapi kami mohon maaf karena masyarakat yang tidak paham akan hal ini ditipu tentang apa yang diinginkan oleh lembaga penelitian ini. ," kata Asrinaldi. Atas dasar itu, perlu dipertanyakan pendanaan lembaga penelitian. Dia mengatakan bahwa biaya penelitian nasional berkisar antara 500 juta hingga hampir satu miliar rubel, yang membuat lembaga penelitian tidak mungkin mendapatkan dana dari kantong mereka sendiri. "Tanya siapa yang bayar. "Oh, kami membayar dengan cara saya." Tidak mungkin, biaya survei mahal. Kalau dulu sih oke menurut kami sih, tapi kalau sering saya kurang yakin. Apa pedulinya jika itu hanya pembebasan? Biaya penelitiannya tinggi lho, pilihannya juga keuntungan buat dia,” ujarnya. Adapun integritas fasilitas penelitian, Rocky hanya tidak mau mengungkapkannya. Sebelumnya, dalam kegiatan KAHMI yang digelar di Palu tahun lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud, bahkan menyinggung soal lembaga penelitian yang "dapat dibeli". Mahfud mengatakan, saat ini siapa saja bisa menerbitkan penelitian bahkan membelinya. Seseorang juga dapat membayar organisasi riset agar namanya muncul dalam hasil survei tertentu. "Sekarang kamu bisa ikut polling. “Wah, ini survei saat ini nomor 1, 2. Ada yang mengeluh: ‘Saya belum ikut, ajak saya ikut’, tidak apa-apa,” kata Mahfud dalam sambutannya di acara gala dinner Keluarga Besar KAHMI. Back in Sulteng tayang 24-11-2022 di channel YouTube Munas Kahmi [caption id="attachment_6430" align="alignnone" width="300"] gambar hanya ilustrasi (ccncom)[/caption] Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Lembaga ini didirikan pada tahun 1970-an dan terus eksis hingga saat ini. Setelah didirikan oleh Asosiasi Pengembangan Pengetahuan Ekonomi dan Sosial Indonesia (BINEKSOS), lembaga ini bergerak dalam bidang penelitian, pemberdayaan, politik, ekonomi, pendidikan sosial dan penerbitan. “Awalnya saya sangat respect, yang pertama LP3ES. Itu sangat luar biasa," katanya. Setelah LP3ES, Asrinaldi mengatakan beberapa lembaga penelitian muncul dari waktu ke waktu, awalnya mencari mitra untuk bekerja sama, tetapi kemudian menerbitkan penelitian untuk membuktikan keberadaannya. Menurutnya, banyak lembaga penelitian yang ingin mencari untung, dan biasanya masyarakat mendatangi lembaga tersebut, sehingga dicemooh. Karena itu, kata dia, saat ini terjadi penurunan independensi antar lembaga penelitian. “Kalau melihat tren yang ada di banyak lembaga penelitian saat ini, semakin membingungkan masyarakat sehingga masyarakat tidak percaya. Artinya, hasil penelitian semakin lama semakin buruk,” ujar Asrinaldi. Asrinaldi menjelaskan, integritas lembaga penelitian tercermin dari independensinya dalam mendanai penelitian. Menurutnya, jika pendanaannya swasta, bisa dipastikan lembaganya jujur. Sebaliknya, jika pendanaannya tidak transparan, maka kejujuran lembaga penelitian tersebut patut dipertanyakan. “Kalau dia bisa menunjukkan bahwa dia tidak bergantung pada orang lain untuk pendanaan, berarti dia mandiri. Kalau dia mandiri, berarti integritasnya bisa terjaga,” katanya. “Tapi kalau independensi tidak bisa ditunjukkan ke publik, bagaimana kita bisa percaya integritas mereka,” lanjut Asrinaldi. Afiliasi dan kredibilitas lembaga penelitian Sementara itu, Wasisto mengatakan kredibilitas lembaga penelitian dapat dilihat dari keanggotaannya dalam asosiasi. Salah satu organisasi yang menaungi lembaga penelitian adalah Persatuan Peneliti Opini Publik Indonesia (Persepi). Menurutnya, lembaga yang tergabung dalam Persepsis tidak mengambil tindakan pencegahan karena aturan etik yang bersifat wajib. Selain itu, Wasisto mengatakan jika sampel yang digunakan untuk pengambilan data tersebar merata di seluruh Indonesia, maka validitas hasil penelitian bisa dipercaya. Selain itu, sampel juga mewakili populasi. Ia menyebutkan salah satunya adalah Puslitbang Kompas yang sampelnya sangat besar sehingga banyak orang lebih mempercayai hasil penelitian tersebut dibandingkan penelitian lainnya. Wasisto mengatakan, keutuhan fasilitas penelitian bergantung pada interpretasi publik terhadap hasil survei masing-masing lembaga. Hal ini juga dapat dilihat dari metode pengambilan sampel survei. “Tapi setidaknya masyarakat bisa lebih pintar dalam membaca hasil pemilu. Misalnya berapa responden dan berapa lama survei on the spot berlangsung.” “Dua hal ini sangat penting untuk mendapatkan hasil penelitian,” katanya. (dil,cnn,pol)