DECEMBER 9, 2022
Puisi

Puisi Esai Denny JA: Ambillah Ginjal Ibu, Anakku

image
Puisi Esai Denny JA: Ambillah Ginjal Ibu, Anakku. (Politikabc.com/kiriman)

Kartini dinding terakhir,
menopang rumah yang hampir runtuh.
Suaminya telah lama hilang,
bintang jatuh yang tak pernah kembali.

Ia bekerja tanpa jeda,
mencuci baju, memeras tenaga,
mengumpulkan uang,
seperti mencari air di gurun,
sedikit demi sedikit untuk memberi makan anaknya.

Tapi ia sadar,
jika ia tak menyerahkan dirinya,
Mila akan mati,
tenggelam
di samudera takdir yang kejam.

Baca Juga: Pesan Denny JA dalam Pembukaan Festival Puisi Esai: Penting Memadukan Isu Sosial dan Puisi

Pagi itu, Kartini berdiri di depan dokter,
Ia berlagak kokoh,
menjadi gunung yang tak tergoyahkan meski diterpa angin.

“Ambillah ginjal saya.”
Dokter mengangguk perlahan,
penuh kekhawatiran.
“Risikonya besar, Bu.
Ibu yakin?”

Kartini tersenyum kecut,
penuh ragu,
tapi  bayangan wajah Mila yang menangis, menguatkan.

Baca Juga: Denny JA Sampaikan Masa Depan Puisi Esai dan Refleksi tentang Musik Jazz

“Anak saya terlalu lama di jalan gelap.
Waktunya, Ia  melihat cahaya.”

Hari itu adalah pertaruhan hidup.
Mila memegang tangan ibunya erat.
Ia akar yang takut kehilangan tanahnya.

“Mi, jangan lakukan ini.
Aku tak ingin kehilanganmu.”
Kartini membalas dengan senyuman yang menenangkan.

Baca Juga: Angkatan Puisi Esai, Sebuah Angkatan Sastra Sui Generis

“Nak, tubuh ibu hanyalah sebuah jembatan.
Ia tidak pernah takut runtuh,
asalkan kau bisa melewatinya dengan selamat.”

Halaman:
1
2
3
4

Berita Terkait