Timnas Indonesia Harus Banyak Belajar agar Lolos ke Piala Dunia, dari Kesalahan Kecil hingga Mindset Menang
- Penulis : Ulil
- Sabtu, 19 Oktober 2024 09:25 WIB
Oleh Zaro Ezza Syachniar
POLITIKABC.COM - Yang patut disyukuri dari kekalahan 1-2 yang dialami Indonesia dari China di Qingdao, 15 Oktober lalu, adalah para pemain, pelatih, ofisial tim, hingga suporter, sadar bahwa Garuda belum setara dengan tim-tim level atas Asia, setidaknya jika melihat peringkat FIFA.
Indonesia berangkat menuju China dengan emosi tinggi setelah kecewa kepada hasil yang didapatkan di Bahrain satu pekan sebelumnya.
Jay Idzes dan kawan-kawan memandang dua laga tandang melawan Bahrain dan China sangat mungkin mendapatkan enam poin.
Dua tim itu masih jauh di atas Indonesia dalam peringkat FIFA, , namun secara permainan, dua tim tersebut sangat bisa diladeni Indonesia. Bahrain pada peringkat 76 dan China peringkat 91.
Setelah dua poin hilang saat melawan Dilmun's Warriors dan diwarnai aksi kontroversial wasit Ahmed Al Kaf, Indonesia menganggap tiga poin tak boleh lewat di Qingdao.
Baca Juga: Pemain Timnas Timor Leste U-19 Alexandro Bahkito Corsino Lemos Ingin Merumput di Klub PSIS Semarang
Sebaliknya, tuan rumah China termotivasi besar untuk bangkit setelah tiga kali kalah berturut-turut.
Saking optimistisnya, Shin Tae-yong memprediksi tim asuhannya akan menang 2-0. Namun, strategi klasik kick and rush yang diterapkan China luput dari analisis pelatih asal Korea Selatan tersebut.
Shin mungkin juga lupa bahwa meski China kalah tiga kali dan menjadi lumbung gol, mereka adalah tim yang pernah bermain dalam Piala Dunia 2002, sehingga potensi mereka bermain bagus tetap ada dan kebetulan hal itu terjadi saat melawan Indonesia.
Baca Juga: Ini yang Membuat Timor Leste Yakin Timnas Indonesia akan Kembali Jadi Juara Piala AFF U-19
Strategi yang diterapkan pelatih Branko Ivankovic itu, kata Shin Tae-yong, menyebalkan. Tapi, itulah yang membuahkan tiga poin pertama untuk China.
Selain itu, strategi tersebut juga yang membuat Indonesia tak bisa berbuat banyak meski Merah Putih mendominasi pertandingan dengan 76 persen penguasaan bola.
Dilihat dari peluang gol, Indonesia juga unggul dengan 14 tembakan yang enam di antaranya tepat sasaran. Angka ini adalah yang tertinggi dibandingkan tiga laga sebelumnya ketika menahan imbang Arab Saudi, Australia, dan Bahrain.
Namun sayang peluang gol sebanyak itu hanya satu yang berbuah gol karena Indonesia kesulitan menembus pertahanan berlapis China. Mereka terjebak dalam perangkap tuan rumah di Qingdao.
Lain hal, dua gol China juga tercipta akibat kesalahan Garuda sendiri setelah kurang konsentrasi dan fokus.
Gol pertama berasal dari Shayne Pattynama lengah dari gangguan lawan dalam menjaga bola yang akan keluar lapangan, yang kemudian dimanfaatkan Behram Abduweli.
Baca Juga: Cristiano Ronaldo Bantah Spekulasi akan Pensiun dari Timnas Portugal
Pada gol kedua yang diciptakan Zhang Yuning, Mees Hilgers tak awas dalam melakukan pressing kepada striker yang mirip Darwin Nunez itu.
Penjagaannya terlalu longgar sehingga Zhang menjadi finisher yang memanfaatkan serangan cepat timnya.
Kesalahan kecil
Baca Juga: Profil Maarten Paes, Kiper Timnas Indonesia yang Bersinar di Laga Melawan Australia
Untuk bermain dalam Piala Dunia 2026, kesalahan-kesalahan seperti ini tak boleh dilakukan, karena kesalahan sekecil apapun akan dihukum lawan.
Susunan sebelas pemain pertama yang diturunkan Shin Tae-yong dengan empat perubahan dari laga melawan Bahrain, juga banyak dipertanyakan orang.
Pelatih kelahiran Yeongdeok tersebut dinilai sebagian kalangan terlalu sering mengubah susunan pemain sehingga berujung tak menemukan komposisi sebelas pertama terbaiknya.
Baca Juga: Pelatih timnas Indonesia U-20 Indra Sjafri Bersyukur Anak Didiknya Lolos ke Piala Asia U-20 2025
Pemain-pemain terbaik Indonesia di posisinya, Rizky Ridho, Sandy Walsh, dan Thom Haye dicadangkan melawan China, padahal Indonesia berpeluang besar memenangkan laga itu. Seharusnya pemain-pemain yang diturunkan pun harus yang terbaik sejak menit awal.
Shin Tae-yong justru memasang Asnawi Mangkualam pada posisi bek kanan, Calvin Verdonk sebagai bek tengah area kiri, Shayne Pattynama bek kiri, dan Nathan Tjoe-A-On posisi tengah.
Pemain-pemain yang diberikan kesempatan bermain pertama itu tak tampil memuaskan. Alhasil, eksperimen Shin Tae-yong tak menemukan hasil yang diinginkan.
Keputusan Shin membangku cadangkan Thom, yang memiliki visi bermain di atas rata-rata, juga disorot banyak kalangan.
Apalagi kehadiran Thom pada babak kedua terbukti memberikan sesuatu yang lebih.
Selama babak kedua, rating Thom tertinggi dari 15 penampil lainnya di Indonesia. Sofascore memberinya nilai 7,7.
Selain menciptakan gol, akurasi umpan yang tinggi yang diharapkan Shin juga lahir dari kaki gelandang Almere City tersebut.
Dari 44 kali umpan, akurasinya adalah 91 persen, itu sudah termasuk sembilan umpan jauh berhasil dari 11 kesempatan, dan juga satu umpan kunci.
Di saat lini depan tumpul, Shin juga tak berani melakukan perubahan untuk mengambil risiko, untuk setidaknya menarik keluar Rafael Struick atau Ragnar Oratmangoen yang menurut Sofascore mendapatkan rating 6,7 dan 6,4 selama 90 menit penuh.
Baca Juga: Siap Melawan China, Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong: Tidak Ada Lawan yang Bisa Diremehkan
Di bangku cadangan, ada Dimas Drajad yang bertipe striker murni yang gemar berkeliaran di kotak penalti lawan. Dimas adalah jenis striker yang berbeda dari Struick dan Ragnar, yang gemar membuka ruang, menjemput bola, dan menyisir di sisi sayap.
Saat umpan-umpan silang mulai dicoba pasukan Garuda pada babak kedua untuk menembus low block pertahanan tim Naga, Dimas bisa menjadi jawaban daripada terus mengandalkan Struick dan Ragnar yang bukan merupakan striker jenis target man.
Kritik tak wajar
Kekalahan melawan China seketika menjadi panggung menarik para "pelatih dadakan" di media sosial menghakimi timnas Indonesia.
Shin Tae-yong menjadi korban ganasnya kritik pedas sebagian netizen Indonesia dalam bentuk tagar "Shin Tae-yong out" yang menggema dalam platform X
Mereka menilai pelatih Asia Timur itu tak becus menangani legiun Eropa dalam timnas Indonesia. Bahwa dengan pemain-pemain yang merumput di Eropa, sebagian netizen itu menilai Garuda harus dilatih oleh pelatih level Eropa juga.
Sorotan sebelas starter yang dipasang Shin, yang mencadangkan Thom Haye dan Rizky Ridho, menjadi sasaran utama sebagian netizen itu. Namun, mereka lupa melatih tim nasional itu tak mudah.
Hansi Flick sangat sukses bersama Bayern Muenchen dengan tujuh trofi, tapi gagal total ketika melatih timnas Jerman yang banyak diisi pemain-pemainnya di The Bavarian.
Begitu juga dengan Luis Enrique yang mengantarkan Barcelona meraih treble selama musim 2014/2015 bersama trio MSN (Messi, Suarez, Neymar).
Prestasi ini membuat Enrique dipilih menjadi pelatih Spanyol dalam Piala Eropa 2021 dan Piala Dunia 2022, namun kesuksesannya ketika menukangi El Barca tak berlanjut bersama La Furia Roja.
Sebaliknya, pelatih yang tak mempunyai resume mentereng di klub, Luis de la Fuente, justru menjadi jawaban prestasi federasi sepak bola Spanyol.
Dengan generasi yang jauh berbeda dari masa keemasan Spanyol, formula Fuente terbukti manjur. Trofi UEFA Nations League 2022/2023 dan Piala Eopa 2024 menjadi buktinya.
Kekalahan di Qingdao adalah bagian dari proses panjang Shin Tae-yong dalam meramu skuad terbaik timnas Indonesia.
Ia sudah berhasil membawa Indonesia naik dari peringkat 173 dunia ke peringkat 129 dunia. Ia juga membawa Indonesia kembali bersaing di panggung Asia.
Indonesia sedang berada di jalan panjang yang benar dan oleh karena itu sangat aneh jika hanya berbasis satu pertandingan dengan hasil minor, banyak suporter melupakan jasanya dan langsung begitu negatif terhadap tim ini.
Bahwa permainan tim belum konsisten dan sesuai harapan, maka itu wajar. Karena meski diisi pemain-pemain berbasis di Eropa, mereka bukan pemain-pemain kelas satu yang bermain bersama klub-klub besar seperti Barcelona, Liverpool, Manchester City, atau Bayern Muenchen, yang setiap pekan selalu bermain bagus selama 90 menit.
Mindset menang lawan Jepang dan Saudi
Yang terdekat saat ini adalah pertandingan melawan Jepang dan Arab Saudi di kandang sendiri bulan depan.
Memang berat, tapi Shin Tae-yong perlu menegaskan kepada pemain-pemainnya untuk masuk lapangan dengan pola pikir menang, apa pun hasilnya.
Sukses menahan imbang Arab Saudi di Jeddah pada laga pertama dan penampilan yang tak kunjung membaik The Green Falcons sendiri hingga laga keempat, peluang tiga poin dari tim asuhan Roberto Mancini masih terbuka lebar bagi Garuda.
Jepang juga dalam pandangan yang sama. Jika Australia yang mengalahkan Indonesia 0-4 dalam Piala Asia dan ditahan 0-0 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, bisa mengimbangi Jepang, maka peningkatan permainan juga dapat dialami Garuda kala melawan Samurai Biru.
Di Jakarta pada 17 Oktober, Shin mengatakan persiapan timnya menghadapi dua raksasa Asia itu harus sempurna agar bermain bagus selama dua babak tanpa celah.
Konsistensi permainan tim Garuda yang sejauh ini hanya mampu bermain bagus selama satu babak masih menjadi pekerjaan yang harus dibereskan Shin Tae-yong. Jika tak kunjung membaik, maka pintu Piala Dunia sulit dibuka.
Satu poin dari Riffa dan nol poin di Qingdao membuat Indonesia tertahan pada posisi kelima klasemen putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia Grup C dengan tiga poin.
Indonesia masih bernapas lega karena jarak poin dari tiga pesaing di atasnya tidaklah banyak, hanya dua poin.
Bahrain pada posisi keempat, Arab Saudi posisi ketiga, dan Australia posisi kedua, masing-masing mengoleksi lima poin. Jepang yang memiliki 10 poin di puncak unggul lima poin dari tiga penguntit terdekatnya.
November nanti posisi itu bisa berubah kembali.
Piala Dunia 2026 memang masih dalam jangkauan, tapi enam laga tersisa memberi kesempatan banyak bagi Indonesia. Yang mesti dilakukan Indonesia adalah banyak belajar agar bisa bermain dalam turnamen sepak bola terbesar di dunia itu.
Berat memang, tetapi Indonesia sudah memiliki modal berharga dari perjalanan "menuntut ilmu sampai negeri China".***