DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Sejarah Maulid Nabi Muhammad di Indonesia, Merayakan Cinta dan Teladanya

image
Tradisi Maulid Nabi di Banyuwangi, Endog-endogan. (Antara/Budi Candra Setya)

POLITIKABC.COM - Maulid Nabi Muhammad SAW adalah salah satu perayaan penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, peringatan ini telah menjadi bagian dari tradisi keagamaan yang kaya dan penuh makna. 

Bagaimana sebenarnya sejarah Maulid Nabi Muhammad dan kapan tradisi ini pertama kali masuk ke Indonesia?

Maulid Nabi Muhammad SAW adalah perayaan yang dilakukan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Islam. 

Baca Juga: Nikmatnya Aroma Kopi dari Lampung, Mengenal Komoditas dan Kebudayaan Lampung Barat

Perayaan ini menjadi momen penting untuk mengenang ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW serta mengingat teladan hidupnya sebagai seorang pemimpin, guru, dan pembawa risalah Islam.

Maulid dirayakan oleh umat Muslim sebagai bentuk penghormatan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Momen ini dianggap penting karena menjadi pengingat akan kasih sayang, akhlak mulia, dan perjuangan Nabi dalam menyebarkan Islam. 

Banyak orang menganggapnya sebagai kesempatan untuk merenungkan nilai-nilai Islam, mengajarkan kebaikan, dan mengingat pentingnya persaudaraan.

Baca Juga: Makanan Tradisional Krecek Bung dari Lumajang Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Sejarah mencatat bahwa Maulid Nabi pertama kali dirayakan oleh Dinasti Fatimiyah di Mesir, tepatnya pada masa Raja Al- Muiz li Dinillah (341 - 365 H). 

Pada saat itu, Maulid diselenggarakan sebagai bentuk perayaan keagamaan dan budaya. Tradisi ini kemudian menyebar ke berbagai wilayah di dunia Islam, termasuk Indonesia, dan berkembang menjadi perayaan yang lebih luas.

Maulid Nabi diperkirakan masuk ke Indonesia bersamaan dengan penyebaran Islam pada sekitar tahun 1404 M , terutama melalui jalur perdagangan yang dibawa oleh para pedagang Arab, Persia, dan Gujarat. 

Baca Juga: 5 Tradisi Unik yang Menyemarakkan Perayaan Maulid Nabi Muhammad di Indonesia

Ketika Islam mulai menyebar di Nusantara, tradisi Maulid pun ikut diperkenalkan oleh para ulama dan penyebar agama. 

Salah satu tokoh penting yang berperan dalam mengenalkan Maulid di Indonesia adalah Sunan Kalijaga, salah satu Walisongo, yang mengadopsi tradisi ini sebagai cara untuk menyebarkan ajaran Islam.

Sejarah menunjukkan bahwa Maulid Nabi pertama kali dirayakan di wilayah Keraton Yogjakarta dan Surakarta, yang merupakan pusat penyebaran Islam di Jawa. 

Di wilayah ini, peringatan Maulid diadakan dalam bentuk acara keagamaan yang diisi dengan pembacaan syair-syair pujian kepada Nabi, ceramah agama, dan doa bersama. 

Tradisi ini kemudian menyebar ke berbagai wilayah Nusantara dan menjadi bagian dari budaya masyarakat Muslim di Indonesia.

Peran penting dalam memperkenalkan Maulid Nabi di Indonesia tak lepas dari kontribusi para Walisongo. Mereka menggunakan perayaan ini sebagai media dakwah yang efektif untuk menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat lokal. 

Melalui pendekatan yang lembut dan menggunakan unsur budaya lokal, para Walisongo berhasil membuat perayaan Maulid diterima dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Muslim di Indonesia.

Di Indonesia, perayaan Maulid Nabi sangat beragam tergantung daerahnya. Di beberapa tempat, seperti di Jawa, Maulid dirayakan dengan kegiatan seperti pengajian, pembacaan sejarah Nabi (Barzanji), hingga pawai obor. 

Sementara itu, di Aceh, perayaan Maulid bisa berlangsung selama beberapa minggu dengan diisi berbagai kegiatan keagamaan dan sosial, seperti makan bersama atau kenduri.

Saat ini, perayaan Maulid di Indonesia masih berlangsung dengan semarak, terutama di pesantren-pesantren dan masjid-masjid. Kendati teknologi dan modernitas merasuk ke setiap aspek kehidupan, tradisi ini tetap bertahan. 

Berbagai acara keagamaan, seperti pengajian, pembacaan Al-Qur'an, dan shalawatan, masih menjadi bagian penting dari perayaan Maulid.

Salah satu alasan Maulid Nabi terus bertahan di Indonesia adalah karena perayaan ini menjadi sarana untuk mempererat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam). 

Maulid juga menjadi momen untuk menguatkan ikatan sosial antaranggota masyarakat, di mana orang-orang berkumpul untuk saling berbagi kebahagiaan dan bersilaturahmi.

Menariknya, di Indonesia, perayaan Maulid sering kali diwarnai dengan unsur-unsur budaya lokal. 

Misalnya, dalam perayaan Maulid di Yogyakarta, ada tradisi Grebeg Maulud, yaitu prosesi iring-iringan keraton yang membawa gunungan hasil bumi untuk dibagikan kepada masyarakat. 

Tradisi ini mencerminkan bagaimana Islam dan budaya lokal dapat berbaur secara harmonis.

Di Indonesia, Maulid Nabi Muhammad SAW biasanya diperingati pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah. 

Tanggal ini bergeser setiap tahunnya dalam kalender Masehi, tetapi perayaannya tetap menjadi momen yang dinantikan oleh banyak umat Islam di seluruh penjuru negeri.

Pandangan ulama mengenai Maulid Nabi bervariasi. Beberapa ulama mendukung perayaan ini sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, sementara yang lain berpendapat bahwa perayaan ini tidak diwajibkan oleh syariat. 

Namun, mayoritas umat Muslim di Indonesia menganggap Maulid sebagai tradisi positif yang memperkuat kecintaan kepada Nabi.

Di Indonesia, Maulid Nabi tidak hanya berfungsi sebagai perayaan keagamaan, tetapi juga sebagai ajang untuk memperkuat solidaritas sosial. 

Masyarakat sering kali menggunakan momen ini untuk melakukan kegiatan amal, seperti menyantuni anak yatim atau memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.

Melihat pentingnya Maulid sebagai bagian dari identitas keislaman dan kebudayaan di Indonesia, harapannya tradisi ini akan terus diwariskan kepada generasi mendatang. 

Selain sebagai perayaan keagamaan, Maulid juga bisa menjadi sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang relevan dengan tantangan zaman.

Maulid Nabi Muhammad SAW bukan sekadar perayaan kelahiran seorang tokoh agama, tetapi juga momen penting untuk memperkuat spiritualitas, persaudaraan, dan nilai-nilai kemanusiaan. 

Di Indonesia, perayaan ini telah menjadi bagian dari warisan budaya yang kaya dan terus bertahan hingga kini, menyatukan masyarakat dalam rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam.***

Penulis : Rifqi Afiyatul Maula Rohman

Berita Terkait