DECEMBER 9, 2022
Politik

Pilkada 2024, Perludem Sampaikan Alasan Mengapa Perempuan Rentan Jadi Sasaran Praktik Jual Beli Suara 

image
Pembina Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. (ANTARA/Anita Permata Dewi)

POLITIKABC.COM -  Menghadapi momentum Pilkada 2024, Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai bahwa perempuan lebih rentan menjadi sasaran praktik jual beli suara dalam kontestasi politik.

Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan, perempuan adalah pemilih yang loyal. Karena itu, perempuan menjadi sasaran lebih besar dari praktik jual beli suara. 

"Sebab perempuan lebih loyal untuk datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) dan cenderung lebih amanah. Jadi kalau disuruh pilih A, ya pilih A. Makanya kemudian dia lebih rentan menjadi sasaran jual beli suara," katanya dalam media talk di Jakarta, Senin 9 September 2024. 

Baca Juga: BPS Catat 200 Ribu Orang di Aceh Menganggur, 36 Persen Merupakan Pekerja dari Kalangan Perempuan

Pihaknya menambahkan dalam kontestasi politik, relasi patriarki berdampak pada rentan terjadinya pemaksaan pilihan kepada perempuan atau anak perempuan.

"Perempuan atau anak perempuan itu lebih rentan dieksploitasi karena relasi kuasa atau hubungan yang sifatnya patriarki," kata Titi Anggraini.

Untuk itu, Perludem menekankan pentingnya edukasi mengenai Pemilu dan hak politik perempuan kepada masyarakat terutama pemilih perempuan.

Baca Juga: Diduga Lecehkan 20 Santri Perempuan, Pimpinan Ponpes di Karawang Kiky Andriawan Mengaku Khilaf dan Membantah

"Beban ganda perempuan membuat perempuan bisa semakin tereksklusi atau terpinggirkan ketika informasi dan pendidikan kepemiluan, voter education, dan type voter information tidak tersampaikan secara aksesibel dan komprehensif," kata Titi Anggraini.

Mengutip data Komisi Pemilihan Umum (KPU), pihaknya menyebut bahwa tingkat partisipasi pemilih perempuan, baik dalam Pilkada, Pemilihan Presiden (Pilpres), hingga Pemilihan Legislatif (Pileg), jauh lebih tinggi daripada pemilih laki-laki.

"Di Pemilu yang lalu, data KPU (Komisi Pemilihan Umum) itu partisipasi laki-laki itu 48 persenan. Nah, kalau begitu perempuan itu 51 persenan. Jadi selisih-nya itu hampir 4 persen. Jadi lebih tinggi perempuan yang menggunakan hak pilih daripada laki-laki, itu konsisten," kata Titi Anggraini.***

Sumber: Antara

Berita Terkait