DECEMBER 9, 2022
Olahraga

Menang Telak di Olimpiade Paris 2024, Kontroversi Gender Petinju Perempuan asal Aljazair, Imane Khelif Dibantah IOC

image
Petinju wanita Aljazair Imane Khelif (merah) saat berhadapan dengan wakil Italia Angela Carini pada babak 16 besar tinju putri 66 kg di Olimpiade Paris 2024, yang digelar di North Paris Arena, Villepinte. (ANTARA/AFP/MOHD RASFAN)

POLITIKABC.COM - Komite Olimpiade Internasional (IOC) membuka suara terkait “kontroversi gender” yang melibatkan petinju putri Aljazair Imane Khelif di Olimpiade Paris 2024.

Kontroversi gender hingga spekulasi negatif mencuat ketika petinju putri Italia Angela Carini memutuskan untuk berhenti melawan Khelif setelah 46 detik di atas ring. 

Pada pertandingan itu, Carini mengklaim bahwa ia “tidak pernah dipukul sekeras itu selama ini” oleh seorang petinju putri seperti Imane Khelif.

Baca Juga: Olimpiade Paris 2024, Seorang Atlet Pejudo Ketahuan Menggunakan Doping, Begini Sanksi Tegasnya

Klaimnya itu kemudian menyebar dengan anggapan bahwa Khelif mungkin merupakan seorang transgender atau tidak terlahir sebagai wanita secara biologis.

IOC menegaskan bahwa itu merupakan informasi yang salah dan menyesatkan.

“Kami telah melihat dalam laporan informasi yang menyesatkan tentang dua atlet putri yang berkompetisi di Olimpiade Paris 2024," ujar IOC dalam pernyataan resmi, Jumat 2 Agustus 2024. 

Baca Juga: Ketika Atlet Tenis Meja Korea Selatan dan Korea Utara Bersatu Raih Kemenangan: Berfoto Selfie di Podium Olimpiade Paris

"Kedua atlet tersebut telah berkompetisi dalam kompetisi tinju internasional selama bertahun-tahun dalam kategori wanita, termasuk Olimpiade Tokyo 2020, Kejuaraan Dunia Asosiasi Tinju Internasional (IBA), dan turnamen yang disetujui IBA,” katanya.

Lebih lanjut, IOC mengatakan bahwa semua atlet yang berpartisipasi dalam turnamen tinju Olimpiade Paris 2024 mematuhi peraturan kelayakan dan pendaftaran kompetisi, serta semua peraturan medis yang berlaku yang ditetapkan oleh Unit Tinju Paris 2024 (PBU).

Aturan-aturan ini juga berlaku selama periode kualifikasi, termasuk turnamen tinju di Pesta Olahraga Eropa 2023, Pesta Olahraga Asia, Pesta Olahraga Pan Amerika, dan Pesta Olahraga Pasifik.

Baca Juga: Petinju Aljazair Imane Khelif Menang Telak dalam Waktu 46 Detik di Olimpiade Paris 2024, Picu Kontroversi Gender

Kemudian turnamen kualifikasi Afrika ad hoc 2023 di Dakar (SEN), dan dua turnamen kualifikasi dunia yang diadakan di Busto Arsizio (Italia) dan Bangkok (Thailand) pada 2024, yang melibatkan total 1.471 petinju berbeda dari 172 Komite Olimpiade Nasional (NOC), Tim Tinju Pengungsi, dan Atlet Netral Perorangan, serta menampilkan lebih dari 2.000 pertandingan kualifikasi.

PBU menggunakan aturan tinju Tokyo 2020 sebagai dasar untuk mengembangkan peraturannya untuk Paris 2024. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan dampak pada persiapan atlet dan menjamin konsistensi antar-Olimpiade.

Peraturan Tokyo 2020 ini didasarkan pada peraturan pasca-Rio 2016, yang berlaku sebelum penangguhan Federasi Tinju Internasional oleh IOC pada 2019 dan penarikan pengakuannya pada 2023.

Khelif dan petinju Taiwan Lin Yu-ting, yang akan bertarung pada babak semifinal di kelas 57 kg, pernah didiskualifikasi dari kejuaraan dunia 2023 di New Delhi yang diselenggarakan oleh Asosiasi Tinju Internasional (IBA). Mereka dianggap memenuhi syarat untuk bertinju di kompetisi putri di Paris.

Kedua petinju itu juga berkompetisi di Olimpiade Tokyo tiga tahun lalu.

IBA, dalam sebuah pernyataan pada Rabu, mengatakan Lin dan Khelif didiskualifikasi dari kejuaraan dunia sebagai "akibat kegagalan mereka memenuhi kriteria kelayakan untuk berpartisipasi dalam kompetisi wanita".

“Agresi terhadap kedua atlet ini sepenuhnya didasarkan pada keputusan sewenang-wenang ini, yang diambil tanpa prosedur yang tepat, terutama mengingat bahwa para atlet ini telah berkompetisi dalam kompetisi tingkat atas selama bertahun-tahun. Pendekatan seperti itu bertentangan dengan tata kelola yang baik,” kata IOC.

“Aturan kelayakan tidak boleh diubah selama kompetisi berlangsung dan setiap perubahan aturan harus mengikuti proses yang sesuai dan harus didasarkan pada bukti ilmiah,” imbuhnya.***

Sumber: Antara

Berita Terkait