DECEMBER 9, 2022
Nusantara

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono: Gempa Besar di Tunjaman Nankai Tak Ada Kaitan dengan Zona Megathrust

image
Ilustrasi gempa. Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono kembali menyampaikan potensi gempa di zona Megathrust. (Antara)

POLITIKABC.COM - Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono melalui keterangan tertulis merespons ramainya pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut di media sosial. 

Menurutnya, kajian potensi itu sebenarnya bukanlah hal baru, sudah lama, bahkan sudah ada sebelum terjadi Gempa dan Tsunami Aceh tahun 2004. 

Menurutnya, munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. 

Baca Juga: Waspada Potensi Hembusan Awan Panas, Gunung Semeru Pagi Ini Terpantau Alami 31 Gempa Letusan

Pihaknya hanya mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. 

"Seismic gap ini memang harus diwaspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima Politkabc.com, Jumat 15 Agustus 2024. 

"Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang," tambahnya.

Baca Juga: Prediksi BMKG, Sejumlah WIlayah di Indonesia Hari Ini Berpotensi Hujan Lebat

Dia melanjutkan, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 beberapa hari lalu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai. 

"Peristiwa semacam ini menjadi momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut," jelasnya.

Sejarah mencatat, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun), sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun). 

Baca Juga: Gempa Magnitudo 5,7 di Sumba Timur Jelang Tengah Malam Tidak Berpotensi Tsunami, Dipicu Lempeng Indo-Australia

"Artinya kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kita jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya," terangnya.

Terkait rilis gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut “tinggal menunggu waktu” yang disampaikan sebelumnya, hal ini dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar, tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat. 

"Dikatakan “tinggal menunggu waktu” disebabkan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi," ujarnya.

"Sudah kita pahami bersama, bahwa hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa (kapan, dimana, dan berapa kekuatannya), sehingga kita semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya," paparnya.

Sekali lagi, dia menegaskan, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat. 

"Untuk itu, kepada masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG selalu siap memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami," tutupnya.***

Berita Terkait