Akademisi Michael Mamentu: Mencari Komisioner KPU dan Bawaslu yang Punya Integritas Tidak Mudah
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 15 Juni 2024 09:24 WIB
POLITIKABC.COM- Akademisi FISIP Universitas Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara Dr Michael Mamentu mengatakan berdasarkan pengalamannya, mencari sosok komisioner KPU maupun Bawaslu yang berkualitas tidak mudah. Padahal, jika mau pemilu di Indonesia berjalan bagus, tidak hanya bergantung pada satu instrumen saja. Hal ini disampaikan Michael pada Bimbingan Teknis Penanganan Pelanggaran Kode Etik Badan Ad Hoc Pilkada Tahun 2024 di Manado, Jumat 14 Juni 2024. Pengalaman yang sudah dilalui adalah ketika melakukan seleksi calon komisioner KPU maupun Bawaslu untuk mendapatkan penyelenggara pemilu yang paling sehat. "Pengalaman saya saja ya, buat menghasilkan komisioner yang sehat, cerdas tapi juga punya integritas itu tidak mudah," ujarnya. "Kalau Pemilu mau bagus kan tidak bisa satu instrumen ya, tidak bergantung kepada satu instrumen pemilu. Jadi kalau mau bawa pemilu bagus, Pemilu berintegritas tidak bisa bersandar pada satu instrumen atau komponen dari Pemilu itu sendiri," katanya. Setidaknya menurut dia ada empat komponen yaitu pertama yang sangat menentukan itulah adalah soal penyelenggara pemilu. "Penyelenggara Pemilu itu berarti KPU dan juga Bawaslu di semua level baik level pusat provinsi kabupaten kota," ujarnya. Mau berintegritas, kata dia, ada tiga instrumen yang sebetulnya harus melekat di penyelenggara Pemilu yaitu independen, impartiality dan profesional. "Kalau profesional namun tidak independen juga berbahaya, begitu juga kalau independen tapi tidak didukung dengan impartiality," ujarnya. Instrumen selanjutnya, kata dia, adalah yang kontestan yang akan mengikuti pemilu. Selain pemilih yang juga ikut menentukan pemilu itu bagus atau tidak, instrumen berikutnya adalah regulasi. Dari empat instrumen yang menentukan kualitas penyelenggaraan dan output pemilu yaitu penyelenggara, kontestan, pemilih dan regulasi, instrumen yang paling menentukan adalah penyelenggara pemilu. Karena penyelenggara harus bebas nilai (independen), tidak memiliki keberpihakan (impartiality), dan profesional (ahli dan mengerti akan tugas dan bidang kerjanya. "Kontestan selalu berargumentasi ingin mengabdi untuk kepentingan daerah. Padahal dengan profesinya masing-masing sebenarnya sudah dapat berbuat baik itu daerahnya," ujarnya. Akan tetapi menurut dia, mengajukan diri untuk menjadi kontestan adalah hak politik para kontestan tersebut. Oleh karena penyelenggara pemilu adalah instrumen pemilu yang paling utama, maka agenda yang harus kedepankan adalah bagaimana menjadi penyelenggara yang profesional dan berintegritas. "Maka tuntutannya adalah penyelenggara pemilu harus mampu melepaskan diri dari persuasi dan represi yang pasti akan mereka hadapi," ujarnya.*** Sumber: Antara