Satrio Arismunandar: Intervensi Politik Bisa Lemahkan Integritas dan Independensi Lembaga Antikorupsi
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 13 Juni 2024 19:42 WIB
POLITIKABC.COM – Intervensi politik dapat melemahkan integritas dan independensi lembaga antikorupsi, termasuk antara lain KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar. Satrio Arismunandar menanggapi diskusi tentang masa depan KPK sebagai panglima pemberantasan korupsi. Diskusi daring di Jakarta, Kamis malam, 13 Juni 2024 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA. Diskusi tentang KPK dan pemberantasan korupsi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan narasumber wartawan senior Wina Armada Sukardi. Diskusi itu dipandu oleh Elza Peldi Taher dan Amelia Fitriani. Satrio Arismunandar menuturkan, lembaga antikorupsi sering kali berada di bawah tekanan politik. Pihak-pihak tertentu mungkin mencoba mempengaruhi keputusan atau proses penyelidikan melalui cara-cara yang tidak etis, termasuk suap atau ancaman. Terkait suap, Satrio menyatakan, korupsi di lembaga antikorupsi adalah fenomena yang sangat ironis, namun bukan tidak mungkin terjadi. “Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan korupsi di dalam lembaga, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memerangi korupsi,” papar Satrio. Pertama, adalah kelemahan sistem internal. “Jika lembaga antikorupsi itu memiliki sistem pengawasan internal yang lemah, individu atau kelompok di dalam lembaga tersebut dapat melakukan penyimpangan tanpa terdeteksi,” ujar Satrio. Menurut Satrio, kurangnya kontrol dan audit yang efektif membuka peluang bagi perilaku koruptif. Ini ditambah lagi dengan kultur organisasi yang tidak sehat, “Jika budaya di dalam lembaga tidak mendukung integritas dan transparansi, maka praktik korupsi dapat merajalela,” sambungnya. “Ketidakadilan, nepotisme, dan kurangnya penghargaan terhadap perilaku etis dapat mendorong individu untuk mencari keuntungan pribadi dengan cara yang salah,” tutur Satrio. Ditambahkan Satrio, jika pelaku korupsi di lembaga antikorupsi tidak mendapatkan sanksi atau hukuman yang tegas, maka tindakan korupsi akan terus berlanjut. “Ketidakpastian hukum dan rendahnya risiko ditangkap atau dihukum membuat korupsi menjadi pilihan yang menarik bagi beberapa individu,” ungkap Satrio. Satrio menjelaskan, mengatasi korupsi di lembaga antikorupsi membutuhkan pendekatan holistik, yang meliputi penguatan sistem pengawasan internal, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Ini ditambah dengan penerapan sanksi yang tegas bagi pelaku korupsi, serta memastikan independensi lembaga dari pengaruh politik. “Pendidikan dan pelatihan tentang etika dan integritas juga sangat penting untuk membangun budaya kerja yang sehat dan anti-korupsi di dalam lembaga,” tegasnya. ***