DECEMBER 9, 2022

Bahlil Nilai Konflik Horizontal di Kalangan Ormas Berkaitan dengan Izin Mengelola Tambang Lebay

image
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia. (Antara)

POLITIKABC.COM- Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia merespons konflik horizontal akibat munculnya perizinan mengelola tambang batu bara di kalangan ormas. Bahlil menilai, konflik di kalangan Ormas terkait izin mengelola tambang merupakan hal yang berlebihan. Bahkan dia menyebut lebay jika konflik tersebut sampai terjadi. Hal ini disampaikan ahlil ketika ditemui di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024. “Lebay banget kalau sampai konflik,” ujar Bahlil. ​​Selain menanggapi kemungkinan terjadinya konflik horizontal, Bahlil juga menyinggung kekhawatiran publik yang mempertanyakan kapabilitas badan usaha ormas keagamaan dalam mengelola pertambangan. Menurut Bahlil, perusahaan-perusahaan tambang pun tidak langsung ahli dalam mengelola tambang. Oleh karena itu, Bahlil menilai pemberian izin bagi badan usaha ormas keagamaan untuk mengelola tambang merupakan kesempatan bagi badan usaha ormas keagamaan untuk mulai mengelola pertambangan. “Kita harus memberikan kesempatan,” kata Bahlil. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis 30 Mei telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 tentang Perubahan Atas PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Dalam Pasal 83A PP 25/2024 menyebutkan bahwa regulasi baru itu mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, seperti NU dan Muhammadiyah, mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK). Aturan tersebut memicu kekhawatiran akan lahirnya konflik horizontal, sebagaimana yang telah disuarakan oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) maupun Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Semarang Sanctus Gregorius. Dikutip dari laman resmi Jatam, Koordinator Jatam Melky Nahar menilai bahwa munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang membuka peluang bagi badan usaha milik ormas keagamaan mengelola usaha pertambangan batu bara dapat memicu konflik antarwarga atau antara komunitas warga dengan agama. Permasalahan serupa juga menjadi sorotan PMKRI dalam pernyataan sikapnya. PMKRI Cabang Semarang Sanctus Gregorius mengatakan perizinan tersebut dapat melahirkan konflik horizontal antar-ormas, baik keagamaan maupun non-keagamaan. Guna mencegah munculnya konflik tersebut, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono mengatakan bahwa pemerintah akan mengeluarkan peraturan turunan berupa peraturan presiden yang mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik ormas keagamaan.*** Sumber: Antara

Berita Terkait