POL - 24 Juli 2023 Pembelian 12 jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qata"> POL - 24 Juli 2023 Pembelian 12 jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qata"> POL - 24 Juli 2023 Pembelian 12 jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qata"> POLITIKABC.COM - Update Yourself
DECEMBER 9, 2022

Singgung Pembelian Pesawat Bekas Kemhan, GMNI Dorong BPK Lakukan Audit

image
Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino. (Rmol)

POL - 24 Juli 2023 Pembelian 12 jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar senilai hampir 800 juta dolar AS atau setara dengan Rp 12 triliun oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terus menuai polemik. Pro dan kontra terkait kebijakan ini terus mengemuka. Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino mengatakan, pembelian 12 jet tempur bekas Mirage 2000-5 dari Qatar terkesan dipaksakan.  Arjuna mengatakan tidak masuk akal bagi Kementerian Pertahanan untuk membeli pesawat bekas guna mengantisipasi gangguan distribusi dan rantai pasokan senjata global. Arjuna mengatakan membeli pesawat bekas justru mempersulit industri pertahanan untuk mengakses rantai pasokan global.  Memang, pembelian pesawat bekas adalah model politik yang lebih berfokus pada proyek jangka pendek daripada kemitraan dan investasi jangka panjang.   “Ini kebijakan terkesan dipaksakan. Tanpa pertimbangan yang matang dan cenderung gegabah," ujar Arjuna Arjuna berpendapat, pemerintah seharusnya lebih memilih kebijakan kemitraan dan investasi jangka panjang ketimbang membeli barang bekas sebagaimana diatur dalam UU 10.16/2012 Tentang Industri Pertahanan. Pasal 43 ayat (5) menegaskan bahwa pembelian alat pertahanan dan keamanan negara di luar negeri harus memenuhi persyaratan keikutsertaan dalam industri pertahanan negara dan kewajiban alih teknologi.   “Jika kita sudah tahu ada ancaman geopolitik yang bisa ganggu rantai pasok senjata global seharusnya langkah yang diambil adalah kemitraan dan investasi untuk mendapatkan transfer teknologi agar industri pertahanan kita mandiri. Bukan beli barang bekas," tutur Arjuna Pembelian 12 jet tempur bekas dari Qatar membuat pemerintah Indonesia tidak bisa melakukan transfer teknologi.  Menurut Arjuna, Indonesia membeli 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar yang notabene bukan produsen, melainkan pengguna. Di sisi lain, dalam proses alih teknologi diperlukan persetujuan dari negara produsen. Karena hanya negara/perusahaan produsen yang dapat menjamin keamanan dan keandalan alutsista serta memperbaiki dan meningkatkan kemampuan teknologinya.   “Risiko lebih besar akan dihadapi saat alutsista bekas dibeli bukan dari produsennya. Tanpa pemeriksaan menyeluruh negara produsen, ini berisiko bagi keamanan personel TNI AU dan masyarakat," tambah Arjuna Sehingga, menurut Arjuna, pembelian 12 jet tempur bekas Mirage 2000-5 dari Qatar justru melemahkan sistem pertahanan Indonesia.  Pasalnya, pesawat ini merupakan pesawat generasi keempat yang membutuhkan perawatan dan peningkatan kapasitas produksi di negara penghasilnya.  Pada saat yang sama, pemerintah tidak membeli dari negara produsen.   “Ini akan merumitkan dan memperlemah sistem pertahanan kita. TNI dan masyarakat Indonesia yang dirugikan. Kebijakan ini terkesan hanya berorientasi pada proyek bukan investasi jangka panjang untuk sistem pertahanan nasional kita”, ujar Arjuna Untuk itu, Arjuna meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) mengaudit 12 jet tempur bekas Mirage 2000-5 yang dibeli dari Qatar, karena banyak kejanggalan dan dapat merugikan keuangan negara. Bagi Arjuna, tahun politik yang semakin dekat tidak menutup kemungkinan banyak praktik perburuan rente yang akan mengubah APBN menjadi sapi perah, karena biaya politiknya tinggi.  “BPK harus lakukan audit. Untuk memastikan keuangan negara digunakan dengan akuntabel. Jangan sampai program pemerintah dijadikan sapi perah politik, mengingat Menteri Pertahanan adalah Bacapres yang rawan konflik kepentingan menjelang tahun politik," ungkap Arjuna Arjuna juga mendesak DPR RI membentuk Panitia Khusus guna menggunakan hak angket untuk menanggapi kontroversi pembelian 12 jet tempur bekas Mirage 2000-5 yang tidak beres dan mengancam keuangan negara. Karena menurut Arjuna, ini adalah kebijakan pemerintah yang strategis dan berdampak luas bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.   (Fa, Rml, Pol)

Berita Terkait