Miranda tidak berubah; ia tetap Miranda, dingin dan tak kenal ampun. Tetapi Andrea berubah, menemukan bahwa kesuksesan sejati adalah hidup dengan nilai-nilai yang selaras dengan jiwanya.
Teater ini bukan hanya tentang dunia mode. Ini adalah alegori tentang kompromi, pilihan, dan harga ambisi.
Dalam setiap langkah hidup, kita semua, seperti Andrea, harus memilih: Apakah kita akan mengikuti jalan orang lain atau membuat jalan kita sendiri?
Baca Juga: Catatan Denny JA: Spiritualitas di Era Artificial Intelligence
The Devil Wears Prada mengajarkan bahwa sukses itu perjalanan pribadi. Miranda dan Andrea menjadi dua pelajaran besar: bagaimana mencapai puncak, dan bagaimana memilih untuk tidak terjebak di dalamnya.
Andrea memilih jiwanya, tetapi ia tidak akan pernah melupakan Miranda. Karena di balik tirai tebal ambisi, Miranda adalah peringatan sekaligus inspirasi.
Andrea meninggalkan dunia mode, tetapi ia membawa pelajaran terbesar dari Miranda. Tak ada kesempurnaan tanpa pengorbanan. Setiap orang harus menentukan pengorbanan apa yang bersedia mereka ambil untuk mengejar mimpi.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Forum Esoterika dan Enam Prinsip Emas Spiritualitas di Era Artificial Intelligence
Saya dan rombongan keluar dari teater, kembali ke hotel. Tapi bayangan obsesi Miranda akan kesempurnaan, dan pilihan Andrea ke jati dirinya sendiri, terus mengikuti, berputar-putar di pikiran.
Menonton teater yang bagus selalu menjadi renungan hidup. “Teater adalah cermin jiwa yang menjelajah. Dalam panggungnya yang intim, emosi menjadi nyata, konflik menjadi refleksi.”
Tidak seperti film yang hadir di layar, atau novel yang mendalam di kata, teater adalah momen “here and now.”
Baca Juga: Catatan Denny JA: Kutukan yang Diwariskan Turun Temurun
Setiap napas aktor dan tatapan penonton bersatu, menciptakan keajaiban yang hanya terjadi sekali.