DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Mengagungkan Gelar Akademik hingga Jabatan Guru Besar adalah Indikasi Feodalisme Baru

image
Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar. (Politikabc.com/kiriman)

POLITIKABC.COM – Terlalu mengagungkan gelar akademik dan jabatan fungsional guru besar, dan menggunakannya sebagai dasar untuk mengukur nilai seseorang, dapat dianggap sebagai salah satu bentuk "feodalisme baru" dalam konteks sosial dan budaya modern. Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar.

Satrio Arismunandar menanggapi diskusi bertema Menjaga Marwah Perguruan Tinggi. Diskusi daring di Jakarta, Kamis malam, 25 Juli 2024 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA. 

Diskusi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan narasumber I Ketut Surajaya, Guru Besar Studi Jepang, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI). Diskusi itu dipandu oleh Elza Peldi Taher dan Amelia Fitriani.

Baca Juga: SATUPENA DKI Jakarta akan Luncurkan Buku “Ketika Kata dan Nada Berjumpa” Sekaligus Berdiskusi di Mahakam 24 Residence 

Satrio Arismunandar menuturkan, dalam feodalisme tradisional, hierarki sosial sangat kaku dan didasarkan pada kelahiran serta status sosial, seperti bangsawan, tuan tanah, dan petani.

“Terlalu membanggakan gelar akademik dan jabatan fungsional guru besar atau profesor bisa menciptakan hierarki sosial baru berdasarkan tingkat pendidikan,” ujar Satrio.

“Orang-orang dengan gelar akademik tinggi atau jabatan fungsional profesor mungkin dianggap lebih superior atau lebih berharga dibandingkan mereka yang tidak memiliki gelar serupa,” lanjutnya.

Baca Juga: Bahas Pentingnya Menjaga Marwah Gelar Akademik, SATUPENA Undang I Ketut Surajaya Sebagai Narasumber

Ditambahkan Satrio, feodalisme tradisional menciptakan kesenjangan besar antara kaum elit dan rakyat biasa, dengan akses terhadap sumber daya dan kekuasaan yang sangat terbatas untuk kalangan bawah.

“Pada feodalisme baru, penekanan berlebihan pada gelar akademik dan jabatan fungsional profesor bisa memperbesar kesenjangan antara mereka yang memiliki akses ke pendidikan tinggi berkualitas dan mereka yang tidak,” tutur Satrio.

“Hal ini dapat memperkuat elitisme dan memarjinalkan kelompok masyarakat tertentu,” sambungnya.

Baca Juga: SATUPENA akan Diskusikan Pentingnya Menjaga Marwah Perguruan Tinggi Dengan Narasumber I Ketut Surajaya

Satrio mengungkapkan, feodalisme tradisional lebih menghargai status kelahiran dan gelar kebangsawanan daripada keterampilan praktis atau kontribusi individual.

Sedangkan, tutur Satrio, pada feodalisme baru, fokus yang berlebihan pada gelar akademik dan jabatan fungsional profesor dapat mengabaikan nilai keterampilan praktis, pengalaman, kreativitas, dan bentuk kontribusi lainnya yang tidak selalu membutuhkan pendidikan formal. 

“Ini dapat meremehkan potensi dan bakat individu yang tidak terukur oleh gelar akademik dan jabatan fungsional profesor,” ucapnya.

Ditegaskan Satrio, untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan inklusif, penting untuk mengakui dan menghargai berbagai bentuk pengetahuan, keterampilan, dan kontribusi dari semua individu, terlepas dari latar belakang pendidikan formal dan status jabatan mereka.***

Berita Terkait