DECEMBER 9, 2022
Nusantara

Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Ekstraktivisme Ciptakan Ketergantungan Ekonomi pada SDA yang Rentan

image
Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar. (Politikabc.com/kiriman)

POLITIKABC.COM – Ekstraktivisme menciptakan ketergantungan ekonomi pada sumber daya alam (SDA), membuat negara rentan terhadap fluktuasi harga pasar global. Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar.

Satrio Arismunandar menanggapi diskusi bertema seberapa parah krisis lingkungan Indonesia. Diskusi daring di Jakarta, Kamis malam, 18 Juli 2024 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA. 

Diskusi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan narasumber Siti Maemunah dari Tim Kerja Perempuan dan Tambang, Badan Pengurus JATAM. Diskusi itu dipandu oleh Anick HT dan Swary Utami Dewi.

Baca Juga: Jonminofri Nazir Jadi Ketua Harian SATUPENA Menggantikan Ajisatria Suleiman

Satrio Arismunandar menuturkan, ekstraktivisme adalah istilah yang merujuk pada model ekonomi dan praktik yang berfokus pada ekstraksi sumber daya alam dari bumi dalam jumlah besar, biasanya untuk diekspor dan dijual di pasar global.

Ditambahkannya, sumber daya yang diekstraksi bisa berupa mineral, minyak, gas, kayu, atau hasil pertanian skala besar. 

“Ekstraktivisme sering dikaitkan dengan eksploitasi intensif dan sering kali tidak berkelanjutan terhadap lingkungan,” tutur Satrio.

Baca Juga: Diskusi SATUPENA, Siti Maemunah: Bicara tentang Krisis Lingkungan Tak Bisa Lepas dari Konsep Ekstraktivisme

Menurut Satrio, banyak kritik ditujukan pada praktik ekstraktivisme, yang sering kali menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, merusak ekosistem dan sumber daya alam yang vital. 

Praktik ekstraktivisme sering mengakibatkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk deforestasi, degradasi tanah, polusi air dan udara, serta hilangnya keanekaragaman hayati.

Selain itu, ada isu ketidakadilan sosial. “Distribusi keuntungan dari ekstraktivisme sering kali tidak merata, dengan perusahaan multinasional dan elit lokal mendapatkan sebagian besar keuntungan sementara masyarakat lokal menanggung dampak negatifnya,” ujarnya.

Baca Juga: Denny JA: Penyair di Payakumbuh Bebas Menyatakan Pendapat Tapi Keliru Mencampuradukkan Puisi Esai dengan SATUPENA

Dampak sosial lain, kata Satrio, ekstraktivisme sering menimbulkan konflik sosial, pemindahan paksa masyarakat lokal atau adat, pelanggaran hak asasi manusia, dan ketimpangan ekonomi.

Ciri lain ekstraktivisme, menurut Satrio, adalah penggunaan teknologi dan infrastruktur canggih untuk mengeksploitasi sumber daya alam dengan cepat dan efisien. Ini sering kali tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan.

Alternatif ekstraktivisme, lanjut Satrio, adalah ekonomi berkelanjutan. Yakni, mengembangkan model ekonomi yang mengutamakan keberlanjutan, menggunakan sumber daya alam dengan cara yang tidak merusak lingkungan dan memastikan bahwa keuntungan didistribusikan secara adil. *

“Juga, memberdayakan masyarakat lokal untuk mengelola sumber daya alam mereka sendiri dengan cara yang berkelanjutan, mengurangi ketergantungan pada pasar global,” tegas Satrio.***

Sumber: Satupena

Berita Terkait