POLITIKABC.COM - Mustahil kita bisa bersaing dalam karya di era ini tanpa menggunakan Artificial Intelligece. Tapi kita perlu melakukan personalisasi, meletakkan DNA kita sendiri, pengalaman dan perspektif personal untuk mengedit final bantuan Artificial Intelligence itu.

Inilah renungan yang saya simpulkan di tengah malam setelah pulang dari pertukaran pikiran yang hangat di kawasan gunung yang dingin.

Saat itu, akhir Agustus 2024, Perkumpulan Penulis SATUPENA membuat acara Writing and Retreat. Di ujung acara, Okky Madasari, selaku fasilitator dan mentor program ini memuji perkembangan kreatif seorang penulis muda.

Baca Juga: ORASI DENNY JA: Kisah Cinta Tanah Air di Dalam Film Eksil

Ternyata penulis muda itu menggunakan bantuan Artificial Intelligence. Okky, sang mentor, kaget. Terkesan ia tak mempersiapkan programnya untuk  memperhitungkan digunakannya AI dalam proses penulisan.

Terjadilah perdebatan. Bolehkah dalam kumpulan tulisan yang akan dibukukan dengan topik besar “Sudahkah Indonesia Merdeka, penulisnya menggunakan AI?".

Karena momen saat itu adalah belajar teknik menulis, pemilihan diksi,  menyusun argumen, layakkah di tahap itu pun penulis sudah menggunakan artificial intelligence?

Baca Juga: ORASI DENNY JA: Dibatalkannya RUU Pilkada dan Pentingnya Kompetisi Politik

Bagi yang menggunakan AI, haruskan dikatakan dalam karya itu bahwa AI ikut digunakan dalam karyanya? 

Lalu siapakah penulis itu, ketika ada kontribusi AI dalam karya? Bagaimana sisi etisnya? Bagaimana sisi seninya? Bagaimana sisi hak ciptanya?

-000-

Baca Juga: Pandangan Denny JA tentang RUU Pilkada, Putusan MK, Kompetisi Politik, dan Tiga Berkah Proklamasi

Kita berada di ambang sebuah era di mana kemampuan untuk berkarya tanpa bantuan Artificial Intelligence (AI) akan menjadi semakin mustahil.