Jeritan dan Harapan Anak-anak Pekerja Migran Ilegal Asal Indonesia, Espresi Melalui Puisi Esai
- Penulis : Ulil
- Sabtu, 20 Juli 2024 13:32 WIB

Bagian pertama menceritakan kondisi hidup empat orang. Mereka satu keluarga yang tinggal di bedeng sempit dan tidak layak.
Sang ayah awalnya tertipu oleh calo yang menjanjikan gaji besar. Kenyataannya mereka hidup dalam kemiskinan dan sulit untuk pulang. Mereka sudah kehabisan uang dan dicap sebagai pekerja ilegal.
Bagian kedua soal nasib tragis sang ayah. Ia tewas diterkam buaya ketika berusaha pulang dengan uang hasil kerja.
Keluarga di kampung mendengar kabar duka ini. Sementara anak sulung, Rewo, baru saja mendapat kabar gembira. Ia lulus sekolah dan mendapatkan beasiswa repatriasi untuk melanjutkan pendidikan di Kalimantan Utara.
Bagian ketiga berkisah soal Rewo yang sudah dewasa, lulus SMA, dan bekerja. Ia mengajak ibu dan adiknya pulang ke Indonesia.
Puisi ini menyoroti dilema pekerja migran yang sering dianggap pahlawan devisa. Namun kenyataannya mereka menghadapi banyak kesulitan dan ketidakpastian nasib.
Baca Juga: Orasi Denny JA: Menangnya Gerakan “Katakan Tidak kepada Keharusan Berjilbab"
Puisi ini mengangkat tema perjuangan pekerja migran, pengorbanan, harapan untuk pulang. Tergambar juga kenyataan pahit yang sering mereka hadapi.
“Kini, Rewo sudah dewasa.
Sudah lulus SMA dan diterima bekerja.
Mengajak pulang adik dan mama.
Kembali ke pangkuan negara tercinta.
Enaknya bekerja di luar negeri.
Bisa jadi pahlawan devisa yang dipuji-puji.
Entah itu cuma opini atau ironi.
Disebut mereka para PMI.
Baca Juga: Pandangan Denny JA tentang Menangnya Gerakan Katakan Tidak kepada Keharusan Berjilbab
“Marilah pulang wahai generasi
yang sudah lama tinggal di luar negeri,”
kata Rewo yang tidak tahu pasti.
Apakah takdir akan berubah suatu hari nanti.”